Jumat, 28 September 2012

TAFSIR SURST AL-BAQOROH AYAT 105 - 107


مَّا يَوَدُّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلاَ الْمُشْرِكِيْنَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُم مِّنْ خَيْرٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَ اللهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ وَ اللهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ

(105)Tidaklah suka orang-orang kafir dari Ahlul-Kitab itu , dan tidak pula orang musyrikin, bahwa akan diturunkan kepada kamu barang suatu kebaikan daripada Tuhan kamu. Padahal Allah mengkhususkan Rahmat­Nya kepada barangsiapa yang Dia kehendaki, dan Allah adalah mempunyai karunia yang luas.

مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

(106)Tidaklah Kami mansukhan dari suatu ayat atau Kami jadikan dia terlupa (niscaya) Kami datangkan yang lebih balk daripadanya atau yang se­umpamanya. Tidaklah engkau ketahui bahwasanya Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Kuasa.

 أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ مَا لَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيْرٍ

(107)Tidaklah engkau ketahui bahwasanya Allah, ke­punyaanNyalah kerajaan langit dan bumi, dan tidaklah ada bagi kamu selain Allah , akan pelindung dan penolong.

مَّا يَوَدُّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلاَ الْمُشْرِكِيْنَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُم مِّنْ خَيْرٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ
 
(105)."Tidakkah suka orang-orang kafir dari Ahlul-Kitab itu, dan tidak pula orang musyrikin, bahwa akan diturunkan kepada kamu barang suata kebaikan daripada Tuhan kamu."

Mereka tidak senang jika pengajaran agama yang kamu terima dari Nabimu itu bertambah kembang dan kamu bertambah maju. Sedang al-Qur'an yang kamu terima itu, pimpinan dari Nabimu sendiri sudah terang akan membawa berbagai kebaikan dan kebahagiaan bagi hidupmu. Kamu kian lama akan bertambah kuat. Kabilah-kabilah yang dahulu berpecah-belah, berperang-perangan, sebagai Aus dan Khazraj sendiri yang satu keturunan darahnya, dahulu berpecah dan berperang, sekarang bersatu di bawah pimpinan Rasul. Maka Ahlul-Kitab, Yahudi dan Nasrani, demikian juga orang musyrikin penyembah berhala, tidaklah merasa senang melihat apabila kebaikan itu turun kepada kamu. Apa sebab mereka tidak suka ? Tidak lain hanyalah satu, yaitu dengki.

Hal ini wajib kamu ketahui supaya kamu pelihara baik-baik imanmu dan persatuan sesamamu, sehingga kedengkian mereka itu jangan kelak mempengaruhi kamu dan jangan kamu mereka fitnahkan dengan berbagai daya upaya, (yang di jaman sekarang kita namai propokasi). Di antaranya ialah yang telah disebutkan di ayat sebelumnya tadi, yaitu memilih kata-kata yang tidak dapat disalah­artikan. Kalau telah demikian, ketetapan hasad dan dengki mereka, tidaklah akan mempan kepadamu.Bagaimana usaha mereka akan mempan ? 
 
وَ اللهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ
 
"Padahal Allah mengkhususkan RahmatNya kepada barangsiapa yang Dia kehendaki. "

Kalau Rahmat itu telah dikhususkan Tuhan, walaupun berkumpul sekalian orang yang dengki hendak menghalanginya, tidaklah akan berhasil usaha mereka."Sesungguhnya tidaklah akan hina orang yang Engkau melindunginya , dan tidaklah akan mulia orang yang Engkau memusuhinya. "

وَ اللهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ
 
"Dan Allah adalah mempunyai karunia yang luas. " (ujung ayat 105).

Asal kamu selalu memelihara Rahmat yang ada, maka karunia yang Iuas itu akan ditambah Nya dan ditambahNya lagi, tidak terhitung­hitung. Kemudian daripada itu Tuhan memperingatkan kepada orang-orang yang beriman bahwasanya Rasul-rasul diutus Tuhan ganti­ berganti , dan wahyu atau Kitab Suci diturunkan berturut-turut. Semuanya itu memakai ayat-ayat, atau tanda. Ayat diartikan juga mukjizat. Ayat diartikan juga, syariat atau perintah. Nabi berganti datang. Kitab berturut turun, zamanpun berganti. Tetapi pokok hukum, yaitu percaya kepada Allah Yang Maha Esa, dan percaya akan Hari Akhirat tetap berjalan, tidak berganti. Sebab itu Tuhan bersabda :

مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا
 
"Tidaklah Kami mansukhkan dari suatu ayat atau Kami jadikan dia terlupa, (niscaya) Kami datangkan yang lebih baik daripadanya, atau yang seumpamanya." (pangkal ayat 106).

Arti yang asal dari nasikh ialah dua. Pertama menghapus atau menghilangkan. Kedua menyalin. Misalnya ada satu tulisan dalam secarik kertas, lalu kita rendamkan kertas itu kedalam air, sehingga hapuslah tulisan itu kena air; disini manshuknya berarti dihapuskan.

Dan satu waktu ada sebuah buku berisi tulisan, lalu disalin isi tulisan itu ke buku lain yang masih kosong. Maka buku yang disalin ke buku lain itu dinamai mansukh, dengan arti disalin. Kadang-kadang bertemulah yang disalin atau yang dihapus itu, lalu diadakan ganti nya. Maka yang disalin atau dihapus dinamai mansukh dan pengganti atau salinan dinamai nasikh. Orang yang menyalin atau menghapusnya dinamai nasikh; isim. fa'il.

Oleh sebab itu senantiasa kita mendengar bahwa kitab-kitab atau surat yang disalin disebut naskhah. Setelah diambil menjadi bahasa Indonesia kita pakai menjadi naskah. Pengertian naskah berdekat dengan aslinya. Misalnya karangan yang masih ditulis tangan, belum dicetak (manuskripnya).

Di dalam Surat 45, al-Jatsiyah ayat 29 bertemu perkataan nastansikhu, yang berarti kami tuliskan. Di dalam Surat 7, al-A'raf ayat 154 bertemu kata-kata naskhah;

وَ لَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوسَى الْغَضَبُ أَخَذَ الْأَلْواحَ وَ في‏ نُسْخَتِها هُدىً وَ رَحْمَةٌ لِلَّذينَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُونَ
 
"Setelah tenang Musa dari kemarahan, diambilnyalah alwah itu; dan di dalam naskhah adalah petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang ada rasa takut kepada Tuhan mereka."

Maka di dalam kedua ayat ini, yang berisi nastansikhu dan naskhah terdapatlah arti penulisan dan penyalinan. Kitab Taurat mempunyai naskhah, dan amal manusia hidup ini ada naskhahnya dalam catatan tulisan Malaikat-malaikat yang akan dibuka di akhirat.

Tentang nasakh dengan arti hapus, ada pula bertemu di dalam Surat 22, al-Haj ayat 52, bertemu lagi nasakh dengan arti penghapusan. Di ayat itu dikatakan bahwa tiap-tiap syaitan mencoba hendak memasukkan bisikan pengaruhnya kepada seorang Rasul, selalu Tuhan menghapuskan pengaruh syaitan itu dari hati mereka Fayansakhullahu ma yulqisy syaithanu : Di sini teranglah arti nasakh ialah penghapusan.

Maka di dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini, arti mansukh ialah dihapuskan, bukan disalinkan atau dituliskan. Dan ayat yang dimaksud di sini, bukanlah ayat al-Qur'an ada yang mansukh atau yang lupa, sehingga tidak teringat lagi oleh Nabi, lalu ayat itu diganti Tuhan dengan ayat yang lain, dengan yang lebih baik atau yang sama. Atau yang mansukh seperti itu atau yang lupa oleh Nabi , tidak ada.

Yang dimaksud dengan ayat disini ialah arti tanda, dan yang sebenarnya dituju ialah mukjizat. Nabi-nabi yang terdahulu telah diberi Allah berbagai rnacam mukjizat sebagai tanda bukti mereka telah diutus Tuhan, sesuai pula dengan kecerdasan ummat pada waktu itu.

Berbagai mukjizat yang telah terdahulu itu ada juga disebutkan di dalam al-Qur'an. Nabi Musa a.s . misalnya, telah datang membawa ayat mukjizat yaitu dia mempunyai tongkat yang demikian ganjil, Nabi Isa al-Masih, telah diberi ayat mukjizat menyembuhkan orang sakit balak clan menyalangkan orang buta. Ayat itu telah mansukh, atau telah diganti dengan yang lebih baik dengan kedatangan Muhammad s.a.w yaitu al-Qur'an sebagai mukjizat terbesar.

Tongkat Musa entah dimana sekarang, sudah hilang karena sudah lama masanya. Tetapi al-Qur'an masih tetap sebagai sediakala ketika dia diturunkan. Sehurufpun tidak berubah, Nabi Isa al-Masih dikala hidupnya telah menyembuhkan orang sakit balak dan menyalangkan orang buta dengan izin Allah, maka al-Qur'an yang dibawa Muhammad s.a.w pun telah menghidupkan orang yang mati hatinya dan buta fikirannya buat segala zaman.

Maka ayat al-Qur'an sebagai mukjizat jauhlah lebih baik daripada ayat terdahulu yang telah mansukh itu. Kitab-kitab Suci sendiripun telah banyak terlupa; itupun diakui oleh setiap penyelidik yang insa£ Taurat yang asli tidak ada lagi, orang Yahudi telah banyak melupakannya, sehingga catatan yang tinggal sudah banyak campur-aduk. Injil Isa al-Masih entah dimana tak diketahui , sebab Injil baru dicatat berpuluh tahun sesudah beliau meninggalkan dunia ini. Berpuluh-puluh injil itu diputuskan oleh pendeta-pendeta gereja tidak boleh dipakai, hanya empat yang disahkan. Apakah sudah nyata bahwa yang tidak disahkan itu salah semua ?

Sekarang datanglah al-Qur'an. Betapapun haruslah diakui bahwa dialah ayat yang lebih baik dan lebih terjaga . Dahulu ada ayat lagi , yaitu hari istirahat orang Yahudi ialah hari Sabtu , menurut syariat Musa. Sekarang diganti Tuhan dengan ayat perintah baru yaitu berjum'at bersama-sama pada hari Jum'at.

Dan banyak lagi Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang lain , mungkin telah ditakdirkan Tuhan bahwa orang lupa apakah ayat-ayat dibawa oleh Rasul-rasul dan Nabi-nabi itu. Kalau benarlah bahwa Nabi-nabi ada 124.000 dan Rasul lebih dari 300 orang, niscaya tidak semua akan dapat diingat orang lagi ayat-ayat yang diturunkan kepada mereka semuanya sudah mansukh. Dan sekarang datang yang lebih baik dan ada juga yang sama baiknya.

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
 
"Tidakkah engkau ketahui,"wahai utusan Kami " bahwasanya Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Kuasa." (Ujung ayat 106)

Bukanlah karena RasulNya tidak tahu atau lupa, sehingga diberi peringatan bahwa Tuhan Allah Maha Kuasa berbuat sekehendakNya. Melainkan yang dimaksud ialah bahwa Tuhan memansukhkan satu ayat, menjadikan terlupanya satu ayat dipikirkan manusia dan menggantinya dengan yang lebih baik , artinya yang lebih sesuai dengan zaman atau yang sama.

Tuhan mengadakan pertanyaan yang demikian adalah untuk menguatkan ingatan beliau , bagi menghadapi orang­orang yang masih ragu. Terutama Ahlul-Kitab yang banyak pertanyaannya, banyak sudi siasatnya, mengapa ini dimansukhkan, mengapa ini dihilangkan dan tidak dipakai lagi.

Tafsir beginilah jalan yang kita pilih terhadap ayat ini. Dan ada juga penafsiran daripada Ulama-ulama ikutan kita bahwa ada ayat al-Qur'an sendiri yang dimansukhkan. Ada yang dihilangkan lafadznya tetapi tetap hukumnya dan ada yang lafadznya masih ada tetapi hukumnya tidak berlaku lagi, karena dinasikhkan oleh ayat yang lain. Tidak kita kemukakan penafsiran menurut itu, karena itu telah mengenal Khilafiyah. Sebab ada pula segolongan Ulama yang tidak mengakui adanya nasikh-mansukh .*( Untuk itu silahkan membaca kitab Tarikhul Tasyri'illslamy karangan Syaikh Muhammad al-Khudhari (1922). Dan Ulama Indonesia yang berpendirian demikian pula, yaitu almarhum guru hamba Syaikh Abdul Hamid bin Abdul Hakim (Tuanku Mudo) di Padang Panjang. Silahkan membaca buku karangan beliau tentang Ushul Fiqhi yang bernama al-Bayan (Bahasa Arab) )*.

أَلَمْ تَعْلَمْ
 
"Tidakkah engkau ketahui? " (pangkal ayat 107).

Gaya pertanyaan seperti ini adalah menguatkan kata, yang dinamai Istifham-Inkari.
Tidakkah engkau tahu wahai utusanKu ? Untuk menekankan perhatian kepada hal yang tengah dibicarakan.

أَنَّ اللهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ
 
"Bahwasanya Allah itu, kepunyaanNyalah kerajaan langit dan humi."

Dia Yang Maha Kuasa mengatur semuanya. Maka jika perhatian telah ditumpahkan kepada Maha Kekuasaan yang meliputi semua langit dan bumi itu, menjadi kecillah urusan mengha puskan satu ayat atau menjadikan suatu ayat terlupa di hati manusia. Maha Kuasalah Tuhan mengatur dan menggantikannya dengan yang baru dan lebih baik, atau yang serupa. Karena semua langit dengan berbagai isinya, dengan berjuta juta bintangnya, dan bumipun dengan semua isinya; lautnya, dan daratnya, adalah seluruhnya di bawah kekuasaanNya.

Dan yang menentukan perubahan ruang dan perbedaan waktu. Semuanya beredar berirama. Pergaulan manusia, tingkat-tingkat kehidupan, tegaknya kebenaran dan sirnanya kebatilan, semua menurut hukum-hukum yang telah tertentu. Semuanya menurut Hukum Sunatullah, mempunyai illat dan ma'lul, sebab dan akibat. Hanya manusia yang picik pikiran jugalah yang tidak mengerti akan hal itu:

وَ مَا لَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيْرٍ
 
"Dan tidaklah ada bagi kamu, selain Allah, akan pelindung dan penolong. " (Ujung ayat 107).

Yah, kalau manusia sudah paham bahwa kekuasaan atas semua langit dan bumi adalah pada Allah semata-mata, sedangkan manusia hanyalah sekelompok makhluk yang hidup di dalam bumi, dan bumi hanya satu bintang kecil saja dari antara berjuta juta bintang yang dilingkungi langit, siapakah Iagi kekuasaan lain tempat berlindung, dan dimana lagi kekuatan lain yang dapat menalong ?

Seluruh langit dan bumi adalah besar, tetapi Tuhan yang mencipta dan menguasainya adalah Maha Besar. Langit dan bumi yang begitu besar, tiada terjadi atas dayanya sendiri, melainkan atas kehendak Allahu Akbar itu. Manusia kecil di dalam alam, tetapi bila dia insaf akan kedudukan dirinya karena dia ada berakal, lekas­ lekaslah dia melindungkan diri dan memohon pertolongan kepada Allah.
Lalu diungkapkan dengan kata : Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'inu : Engkau saja yang kami sembah, dan kepada Engkau saja kami memohon pertolongan. Kesadaran manusia akan kekecilan dirinya itulah yang menyebabkan diapun menjadi makhluk yang berarti di tengah-tengah alam ini.





Referensi :
http://kongaji.tripod.com/myfile/al-baqoroh_ayat_105-107.htm






Tidak ada komentar:

Posting Komentar