Jumat, 21 September 2012

Jamgam Kagum

                                                                       jangan Kagum
Perasaan kagum kepada sesuatu hal adalah sesuatu yang sah-sah saja. Apalagi, kalau rasa kagum itu menjadi sebuah motivasi untuk lebih bersemangat lagi dalam mencapai sesuatu hal yang dikaguminya itu. Seperti halnya kita merasa kagum kepada orang yang shalatnya selalu tepat waktu, padahal orang itu sangat sibuk sekali dengan pekerjaanya. Atau kita pun merasa kagum kepada orang-orang besar yang dikenal dalam catatan sejarah. Ujian, cobaan, dan bencana mereka hadapi seperti kucuran air hujan atau hembusan angin. Dan, kita juga tahu bahwa dibarisan paling depan dari mereka adalah pemimpin semua makhluk, Nabi Muhammad SAW. Dalam perjalanannya menuju Madinah, dia bersembunyi didalam gua bersama sahabatnya, Abu Bakar ra. Pada saat musuh sudah mendekati mereka, ia berkata kepada sahabatnya itu,
“Jangan kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah (9): 40).
Subhanallah…, Allahu Akbar… Kita tahu, bahwa Rasulullah SAW adalah sosok pemimpin yang paling sempurna, sehingga jarang sekali melakukan kesalahan. Orang pun menjadi kagum dan percaya kepada beliau. Walau demikian, tatkala melakukan kekeliruan, Rasul berbesar hati untuk mengakuinya. Beliau pun tidak segan-segan menuruti nasihat para sahabatnya bila memang pendapatnya dianggap lebih baik. Dan ini merupakan salah satu bukti dari sekian banyak kisah Rasulullah SAW yang membuat kita kagum kepadanya.
Maka, kita pun termotivasi oleh orang-orang yang kita kagumi itu, sehingga diri kita tergerak untuk mengikuti langkah mereka dan berupaya untuk lebih baik lagi dari mereka. Tetapi, yang jadi masalah adalah kalau kekaguman kepada orang atau sesuatu hal itu berlebihan, sehingga menimbulkan fanatisme buta. Yaitu, sikap fanatik dan melampaui batas terhadap pendapat atau tokoh tertentu. Fanatisme ini dapat menghalangi seseorang untuk mengikuti kebenaran. Karena terlalu kagum dengan tokoh, madzhab, organisasi atau kelompok, sehingga orang itu bisa mengabaikan Al-Qur’an dan sunah.
Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang memperhatikan dengan kagum Basyar As-Sulaimi yang sedang shalat dengan khusyu’ Ketika Basyar selesai shalat, ia berkata pada laki-laki tersebut:
“Janganlah kamu kagum dan tertipu melihat ibadah saya. Saya khawatir, karena sesungguhnya Iblis laknatullah telah menyembah Allah selama bertahun-tahun kemudian dia durhaka seperti keadannya sekarang.” (Hilyatul Aulia, 6/241/Tarbawi Edisi 28 Th.3 hal.14)
Dan, didalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman mengenai wanita-wanita yang kagum kepada keelokan paras Nabi Yusuf as. dan menjadi celaka karena kekagumannya itu, sebagaimana firman-Nya :
“Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): “Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka”. Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia”. (QS. Yusuf (12): 31)
Sebuah fakta mengatakan bahwa, dulu Indonesia sempat kagum (ujub) dengan kemajuan ekonomi, tapi ternyata membuat orang-orangnya takabur, hingga terpuruk seperti sekarang ini. Maka, janganlah berlebihan dalam mengungkapkan perasaan kagum kita kepada sesuatu hal atau kepada diri kita sendiri sekalipun, sebab, kekaguman pada diri sendiri (ujub) adalah pangkal kesombongan. Allah SWT berfirman,
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya dimuka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.” (QS. Al-A’raf (7): 146)
Ali bin Abi Thalib ra., berkata: “Janganlah sekali-kali engkau menyaingi Allah dalam keagungan-Nya dan menyerupai-Nya dalam kesombongan-Nya. Sebab, sesungguhnya Allah menghinakan setiap orang yang angkuh dan merendahkan setiap orang yang sombong.”
Oleh karena itu, agar dapat menghilangkan sifat sombong dan memiliki akhlaq tawadhu, maka kita harus sering merenungkan nikmat yang Allah berikan kepada kita dan juga dengan merenungkan manfaat tawadhu dan kerugian sombong, mencontoh akhlaq orang-orang sholeh terdahulu yang tawadhu dan banyak berteman dengan orang-orang yang tawadhu dan juga tidak lupa bermohon kepada Allah untuk selalu berbuat baik. Sebab, kebaikan itu sangat mudah dilakukan oleh siapa saja yang oleh Allah dimudahkan untuk melakukannya. Allah memiliki simpanan kebaikan yang banyak sekali, yang akan dikaruniakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan, Allah juga mengalirkan keutamaan, kepada orang-orang yang baik yang senang melakukan kebaikan.
Sahabat-sahabat sekalian, mudah-mudahan kita termasuk orang yang akan dikaruniakan kebaikan, sehingga kita menjadi orang yang mudah melakukan kebaikan. Dan, mudah-mudahan kita juga tidak termasuk orang-orang yang suka mengeluarkan perasaan kagum yang berlebihan, sehingga kita tidak tergolong dalam orang yang fanatisme buta yang justru akan menyesatkan kita semua. Nauzubillahimindzalik
Wallahu A’lam
***
Dari Sahabata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar