Jumat, 21 September 2012

Kenali Rambu-Rambu Pembatas Lintasan Hati

 
Kenali Rambu-Rambu Pembatas Lintasan Hati
Prasangka memang hanya lintasan hati. Karenanya, berprasangka sebenarnya manusiawi. Tak ada orang yang mampu meredam atau menahan yang namanya lintasan hati. Tak ada orang yang tak pernah memiliki prasangka buruk terhadap orang lain. Tak seorang pun bisa menghilangkan lintasan hatinya. Itu sebabnya , para sahabat mengajukan keberatannya kepada Rasulullah saat turun ayat, “Dan bila engkau menampakkan apa yang ada dalam hatimu, atau engkau menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu.” (QS. Al-Baqarah: 284) Para sahabat yakin tak mampu melawan lintasan hatinya, jika itu termasuk hitungan amal mereka. Akhirnya Allah menurunkan ayat selanjutnya, “Allah tidak akan memberikan beban kepada seseorang kecuali sebatas kemampuannya.”
Imam Al-Ghazali mengurai penjelasan buruk sangka dalam satu sub tema tentang ghibah, membicarakn keburukan orang lain. Menurutnya buruk sangka tak lain adalah ghibah bathiniyah (membicarakan keburukan orang lain dengan hati). “Sebagaimana Anda diharamkan untuk menyebut keburukan orang lain, maka demikian juga Anda diharamkan untuk berburuk sangka pada saudara Anda.” Demikian kata Imam Al-Ghazali. Apa yang harus dilakukan agar bisa menghindari bahya buruk sangka?
Pertama, tumbuhkan empati kepada orang yang menjadi objek buruk sangka. Rasakan lah bila objek buruk sangka itu diri Anda sendiri yang sangat mungkin mengalami banyak kekurangan. Tips ini sama dengan apa yang dianjurkan Imam Al-Ghazali, ketika ia membahas masalah ghibah.
Untuk menghindari ghiban, menurut Imam Al-Ghazali, salah satunya dengan merasakan bagaimana bila yang menjadi objek pembicaraan itu adalah diri sendiri. Bila kita senang mendengarkannya, maka teruskanlah bicara. Tapi bila tidak, maka jauhilah pembicaraan negatif itu. Sama dengan kondisi ghibah dalam hati, cara menghindarinya dengan membandingkan kondisi kita dengan kondisi orang yang menjadi objek prasangka.
Kedua, teliti dari mana sumber perasaan negatif, atau buruk sangka itu muncul. Bila ia datang dari informasi seseorang, langkah yang paling baik adalah melakukan pertanyaan lebih detail tentang asal-usul berita miring itu. Apakah nara sumber berita itu benar-benar mengetahui secara autentik tentang kejasian yang memunculkan prasangka itu? Atau bisa juga ditanyakan langsung kepada yang bersangkutan tentang benar tidaknya berita negatif tersebut. Bila Anda merasakan bahwa informasi itu belum tentu benar, berupayalah menghapuskan memori informasi itu dari pikiran Anda.
Ada riwayat hadits menari yang disampaikan oleh Imam Ahmad dengan sanad shahih. Suatu ketika ada seorang lelaki melewati suatu kaum yang sedang berada dalam sebuah majlis. Orang laki-laki itu mengucapkan salam, mereka pun menjawab ucapan salam tersebut. Tapi tak berapa jauh orang itu pergi, salah seorang dari majlis itu berkata, “Sesungguhnya aku membenci orang itu karena Allah.” Orang yang mendengar perkataan itu terkejut dan mengatakan, “Buruk sekali apa yang engkau ucapkan. Demi Allah aku akan ajukan perkataan ini pada Rasulullah.”
Orang yang telah lewat itu kemudian dipertemukan oleh Rasulullah dengan orang yang memiliki prasangka buruk itu. “Mengapa kamu membencinya?” tanya Rasul. “Aku tetangganya, dan mengenalnya. Demi Allah aku tidak pernah melihatnya melakukan shalat kecuali yang diwajibkan,” katanya. Orang itu berkata, “Tanyalah wahai Rasulullah, apakah ia pernah melihatku mengakhirkan shalat di luar waktunya atau aku pernah salah berwudhu, ruku’ atau sujud?” Orang yang berprasangka buruk itu mengatakan, “Tidak.” Kemudian ia mengatakan, “Demi Allah, aku tidak pernah melihatnya berpuasa sebulan kecuali pada bulan yang dipuasai oleh orang baik dan durhaka.” Orang yang dituduh itu mengatakan,“ Tanyakan wahai Rasulullah, “Apakah dia pernah melihatku tidak pusa pada bulan Ramadhan, atau aku mengurangi haknya?” Orang itu pun menjawab, “Tidak.”
Tapi ia masih menambahkan lagi alasan kebenciannya. “Demi Allah aku belum pernah melihatnya memberi orang yang meminta-minta atau orang miskin sama sekali, aku juga tidak pernah melihatnya menginfakkan sesuatu dijalan Allah kecuali zakat yang juga dilakukan oleh orang yang baik dan durhaka,” katanya. Orang yang dituduh itu mengatakan, “Tanyakan padanya ya Rasulullah, apakah aku pernah mengurangi zakat ataukah aku pernah mendzalimi pemungut zakat yang memintanya?” Orang itu menjawab, “Tidak”  Akhirnya Rasulullah berkata pada orang yang melontarkan kebencian tanpa alasan yang jelas itu. “Pergilah, barangkali dia lebih baik daripada dirimu,” Ujar Rasulullah.
Ketiga, bila sumber informasi itu muncul dari dalam hati sendiri tanpa sebab-sebab yang jelas, kecuali sekedar penampilan lahir atau kecurigaan belaka. Beristighfar dan mohon ampunlah kepada Allah SWT. , atas kekeliruan lintasan hati negatif itu. “Seseorang tidak boleh meyakini keburukan orang lain kecuali bila telah nyata dan tidak dapat diartikan dengan hal lain kecuali hanya dengan keburukan,” nasihat Imam Al-Ghazali.
Beliau mencontohkan bila seseorang mencium bau minuman khamr dari mulut seseorang, ia masih belum boleh memastikan bahwa ia telah meminum khamr, karena masih ada kemungkinan untuk dikatakan bahwa ia telah minum khamr, karena masih ada kemungkinan untuk dikatakan bahwa dia berkumur-kumur saja dan tidak meminumnya, atau mungkin dia dipaksa meminumnya.
Menurut Imam Al-Ghazali, sesuatu yang tidak disaksikan dengan mata kepala dan tidak didengar dengan telinga sendiri, tapi muncul didalam hati, maka itu tidak lain merupakan bisikan setan yang harus ditolak, karena syetan adalah makhluk yang fasik. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakkan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya.” (QS. Al-Hujaimah: 6)
Keempat, sadarilah bahwa lahiriah seseorang tidak selalu identik dengan batinnya. Islam sama sekali tidak mengajarkan penilaian seseorang dari aspek lahirnya. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk tubuh kalian, tapi melihat pada hati kalian.”
Dalam hadits yang shahih yang lain disebutkan pula bagaimana Rasulullah menggambarkan bahwa kondisi orang yang secara lahiriyah kurang baik, berdebu, rambutnya kumal, dan banyak dipandang hina oleh seseorang, tapi orang tersebut adalah yang paling didengar doanya oleh Allah SWT. Sebaliknya, orang yang bersih, dan menarik penampilan lahirioyahnya, ternyata orang itulah yang memiliki penilaiantidak baik dimata Allah SWT.
Naif sekali, merasa curioga dan buruk sangka karena alasan lahir. Allah SWT bahkan menjelaskan bahwa diantara orang munafik biasanya memiliki penampilan yang memukau. “Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum.” (QS. Al-Munafikun: 4)
Kelima, terimalah fakta bahwa setiap orang pasti telah lepas kontrol sesekali. Tidak perlu mengembangkan perasaan dan dugaan terlalu besar dengan sesuatu kesalahan yang dilakukan seseorang. Kesalahan itu adalah sesuatu hal yang lumrah bagi manusia. Karenanya coba arahkan perhatian itu pada diri sendiri, bukan pada orang lain. Terlalu besar memperhatikan kesalahan orang lain, merupakan menjadi sebab seseorang menjadi mudah mencurigai dan berburuk sangka. Ingatlah prinsip yang diajarkan Rasulullah Saw. Berbahagialah orang yang disibukkan oleh aib dan kesalahan dirinya, ketimbang sibuk oleh aib dan kesalahan orang lain.
Keenam, salah satu pemicu buruk sangka, prasangka adalah rasa was-was atau beyangan ketakutan yang akan kita terima akibat pihak tertentu. Untuk mengatasinya, tumbuhkan keyakinan kuat bahwa Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Kuasa atas seluruh gerak-gerik hamba-Nya. Apa saja yang terjadi merupakan kehendak dan kekuasaan Allah SWT. Keyakinan ini akan memunculkan kepasrahan dan ketenangan, serta tidak mudah membayangkan risiko pahit yang belum tentu benarnya. Keyakinan ini juga yang akan mengusir perasaan was-was dan bayangan menakutkan yang tak jelas ujung pangkalnya.
Ketujuh, untuk mematahkan gangguan syetan, terapi yang paling penting adalah dengan dzikir kepada Allah SWT dan berusaha memperbanyak amal-amal ketaatan. Keduanya akan sangat menciptakan suasana hati yang hidup, bersih dan jernih. Hal ini lebih jauh akan menumbuhkan kualitas iman yang semakin tidak mudah bagi syetan untuk bersemayam didalam hati. Disinilah, seseorang akan mendapat cahaya Allah SWT sehingga pandangannya akan mengarah pada firasay yang benar, takutlah dari firasat seorang mukmin karena ia melihat dengan Nur Allah (HR. Turmudzi)
Kedelapan, mintakan ampun kepada orang yang menjadi objek prasangka tanpa alasan yang jelas. itu adalah salah satu kafarat ghibah yang disebutkan Imam Al-Ghazali ra. Menurutnya, doa tersebut dapat menjengkelkan syetan sehingga syetan tidak bisa memasukan lintasan negatif atas seseorang . Prasangka, menurutnya sama dengan ghibah dalam hati. Maka, tebusannya antara lain dengan memohon ampunan kepada Allah atas saudara yang dicurigai itu.[]
***
Majalah Tarbawi, Edisi 17 Th.2/28 Pebruari 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar