Jumat, 28 September 2012

TAFSIR SURAT AL-BAQOROH AYAT 57 - 61

         

 وَ ظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَ السَّلْوَى كُلُوْا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَ مَا ظَلَمُوْنَا وَلَكِنْ كَانُوْا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ
(57) Dan telah Kami teduhi atas kamu dengan awan dan telah Kami turunkan kepada kamu manna dan salwa. Makanlahdari yang baik-baik yang telah Kami anugerahkan kepada kamu. Dan tidaklah mereka yang menganiaya Kami, akan tetapi adalah mereka menganiaya diri mereka sendiri.

وَ إِذْ قُلْنَا ادْخُلُوْا هَذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوْا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَداً وَ ادْخُلُوْا الْبَابَ سُجَّداً وَ قُوْلُوْا حِطَّةٌ نَّغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَ سَنَزِيْدُ الْمُحْسِنِيْنَ

(58) Dan (ingatlah) seketika Kami berkata : Masuklah kamu ke dalam negeri ini, maka makanlah daripadanya bagaimana yang kamu kehendaki dengan puas, dan masukilah pintu itu dengan merendah diri dan ucapkanlah kata permohonan ampun, niscaya akan Kami ampuni kesalahan-kesalahan kamu, dan akan Kami tambah (nikmat) kepada orang-orang yang berbuat baik

فَبَدَّلَ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا قَوْلاً غَيْرَ الَّذِيْ قِيْلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا رِجْزاً مِّنَ السَّمَاء بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْن
 
(59) Maka menggantilah orang-or­ang yang durhaka dengan kata­kata yang tidak diperintahkan kepada mereka, lalu Kami turunkan atas orang-orang yang zalim itu siksaan dari langit, oleh karena mereka melanggar perintah.

وَ إِذِ اسْتَسْقَى مُوْسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِب بِّعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْناً قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَّشْرَبَهُمْ كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا مِن رِّزْقِ اللهِ وَلاَ تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِيْن
(60) Dan (ingatlah) seketika Musa memohonkan air untuk kaumnya, lalu Kami katakan : Pukullah dengan tongkatmu , itu akan batu ! Maka memancarlah daripadanya dua­belas mata air, yang sesungguhnya telah tahu tiap ­tiap golongan tempat minum mereka , makanlah dan minum­lah dari karunia Allah , dan janganlah kamu mengacau dan membuat kerusakan di bumi.

وَ إِذْ قُلْتُمْ يَا مُوْسَى لَن نَّصْبِرَ عَلَىَ طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِن بَقْلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُوْمِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُوْنَ الَّذِيْ هُوَ أَدْنَى بِالَّذِيْ هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوْا مِصْراً فَإِنَّ لَكُم مَّا سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَآؤُوْا بِغَضَبٍ مِّنَ اللهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِآيَاتِ اللهِ وَيَقْتُلُوْنَ النَّبِيِّيْنَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّ كَانُوْا يَعْتَدُوْنَ
 
(61) Dan (ingatlah) seketika kamu berkata : Wahai Musa, tidakiah kami akan tahan atas makanan hanya semacam. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya dikeluarkan untuk kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, dari sayur-sayurannya, dan mentimunnya, dan bawang putihnya, dan kacangnya dan bawang-merahnya. Berkata dia : Adakah hendak kamu tukar yang amat hina dengan yang amat baik ? Pergilah ke satu kota besar, maka sesungguh­nYa di sana akan dapatlah apa yang kamu minta itu ! Dan dipukulkanlah atas mereka kehinaaan dan kerendahan, dan sudah layaklah mereka ­ditimpa kemurkaan dari Allah. Yang demikian itu ialah karena mereka kufur kepada perintah- perintah Allah dan mereka bunuh Nabi-nabi dengan tidak patut. Yang demikian itu ialah karena mereka telah durhaka dan mereka telah melewati batas.


Kemudian diperingatkan Tuhan pula nikmat lain yang telah diberikan kepada mereka:

وَ ظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَ السَّلْوَى
 
"Dan telah Kami teduhi atas kamu dengan awan dan telah Kami turunkan kepada kamu manna dan salwa. " (pangkal ayat 57).

Empat puluh tahun lamanya mereka tertahan di padang TIH, sebagai hukuman karena mereka tidak berani masuk ke negeri yang dijanjikan itu, sebagaimana kelak akan ada lagi ayat yang lain menjelaskannya. Tetapi sungguhpun 40 tahun dipadang-belantara kering itu, mereka selalu ditudungi dengan awan.


Kalau tidaklah ada tudungan awan niscaya habis matilah mereka karena teriknya panas di padang pasir. Inilah suatu rahmat Tuhan lagi yang mereka terima, meskipun mereka di padang Tih itu sedang dihukum. Patutlah mereka mensyukurinya. Kemudian di masa itu juga mereka diberi makanan yang bernama manna dan salwa. Menilik arti saja, manna ialah karunia, salwa boleh diartikan penawar hati. Tetapi yang dimaksud ialah dua macam makanan enak yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka.


Menurut riwayat lbnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, beliau berkata bahwa manna adalah suatu makanan manis, berwarna putih yang mereka dapati tiap-tiap pagi telah melekat pada batu-batu dan daun-daun kayu. Rasanya manis dan enak; semanis madu, sehingga ada penafsir yang memberinya arti madu.
Apabila makanan itu mereka makan, mereka kenyang. Mereka boleh membawa keranjang setiap pagi untuk memungutinya. Adapun salwa ialah burung putih sebesar burung puyuh. Terbang berbondong-bondong dan mudah mereka tangkap. Dagingnya gurih dan empuk. Sewaktu­waktu burung itu datang berbondong-bondong, sehingga mereka tidak kekurangan daging.

كُلُوْا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ

"Makanlah dari yang baik-baik yang telah Kami anugerahkan kepada kamu. "

Artinya semuanya itu dianugerahkan Allah dengan penuh rasa rahmat, sebab itu memakannya pun haruslah dengan baik.


وَ مَا ظَلَمُوْنَا وَلَكِنْ كَانُوْا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ
 
"Dan tidaklah mereka yang menganiaya Kami, akan tetapi adalah mereka menganiaya diri mereka sendiri" ( ujung ayat 57).

Tegasnya, jika Allah Ta'ala mendatangkan suatu perintah clan menurunkan Agama, bukanlah Tuhan menyia-nyiakan jaminan hidup bagi manusia, bahkan diberiNya perlindungan dan makanan yang cukup. Maka sebagai tanda syukur kepada Ilahi, patutlah mereka beribadat kepadaNya. Kalau nikmat Tuhan tidak disyukuri, sengsaralah yang akan menimpa.


Maka kalau sengsara menimpa, janganlah Tuhan disesali, tetapi sesalilah diri sendiri. Dan Tuhan tidaklah akan teraniaya oleh perbuatan manusia. Misalnya jikapun manusia durhaka kepada Al­lah, tidaklah Allah akan celaka lantaran kedurhakaan manusia itu, melainkan manusialah yang mencelakakan dirinya.


وَ إِذْ قُلْنَا ادْخُلُوْا هَذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوْا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ رَغَداً وَ ادْخُلُوْا الْبَابَ سُجَّداً وَ قُوْلُوْا حِطَّةٌ نَّغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَ سَنَزِيْدُ الْمُحْسِنِيْنَ
 
"Dan (ingatlah) seketika Kami berkata : Masuklah kamu ke dalam negeri ini, maka makanlah daripadanya sebagaimana yang kamu kehendaki dengan puas, dan masukilah pintu itu dengan merendah diri dan ucapkanlah kata permohonan ampun, niscaya akan Kami ampuni kesalahan-kesalahan kamu, dan akan Kami tambah (nikmat) kepada orang-orang yang berbuat baik. " (ayat 58).

Setelah mereka dikeluarkan dari tempat perhambaan di Mesir itu dan dijanjikan kepada mereka tanah-tanah pusaka nenek-moyang mereka, yaitu bumi Kanaan atau tanah tanah Mesopotamia yang sekarang : Palestina sekeliling Sungai Yordania.


Tetapi masuk ke sana itu tidaklah secara melenggang saja, melainkan dengan perjuangan. Kepada mereka diberikan perintah bagaimana cara menaklukkan sebuah negeri; hasil bumi negeri itu boleh dimakan, sebab sudah menjadi hak mereka. Sebab itu boleh kamu makan dia dengan puas clan gembira. Dan ketika masuk ke dalam negeri itu hendaklah dengan budi yang balk, dengan sikap yang runduk, jangan menyombong, jangan membangkitkan sakit hati pada orang lain, dan bersyukurlah kepada Allah atas nikmat yang telah dikaruniakanNya dan kemenangan yang telah diberikanNya, dan ucapkanlah perkataan yang mengandung semangat mohon ampun kepada Ilahi. Kalau perintah ini mereka turuti, niscaya jikapun ada kesalahan mereka dalam peperangan atau dalam hal yang lain akan diampuni oleh Tuhan, dan kepada orang-orang yang sudi berbuat baik akan dilipatgandakan Tuhan nikmatNya.


Untuk melihat contoh teladan tentang menaklukkan dan memasuki negeri musuh dengan jalan begini, ialah teladan Nabi Muhammad sendiri seketika beliau memerlukan Mekkah, setelah 10 tahun beliau diusir dari negeri itu. Beliau masuk dengan muka tunduk, sampai tercecah kepala beliau kepada leher untanya yang bernama al-Qashwa' itu, tidak ada sikap angkuh dan sombong.


فَبَدَّلَ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا قَوْلاً غَيْرَ الَّذِيْ قِيْلَ لَهُمْ
 
"Maka menggantilah orang-orang yang durhaka dengan kata-kata yang tidak diperintahkan kepada mereka. " (pangkal ayat 59).

Maka kata Hiththah yang berarti permohonan ampun kepada Ilahi, mereka ganti dengan kata lain, yaitu hinthah yang berarti minta gandum kepada Ilahi. Artinya bukanlah mereka merundukkan kepala dengan segala kerendahan hati kepada Tuhan, sebab negeri itu telah dapat ditaklukkan, melainkan hanya mengingat beberapa puluh karung gandumkah yang akan mereka dapat dengan merampas kekayaan penduduk yang ditaklukkan.


Meskipun memang demikian ditulis oleh setengah penafsir, tetapi yang terang ialah bahwa tidak mereka lakukan sebagai yang diperintahkan melainkan mereka merubah perintah Tuhan sekehendak hati, tidak sebenar-benar patuh jiwa mereka kepada disiplin Tuhan. Ada rupanya yang membuat langkah-langkah dan cara yang lain.


فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا رِجْزاً مِّنَ السَّمَاء بِمَا كَانُوْا يَفْسُقُوْن
 
"Lalu Kami turunkanlah atas orang-orang yang zalim itu siksaan dari langit, oleh karena mereka melanggarperintah. " (ujung ayat 59).

Maksud ayat ini sudah tegas, yaitu ada dalam kalangan mereka yang tidak setia menjalankan apa yang diperintahkan. Tidak menurut sebagaimana yang diinstruksikan. Disuruh tunduk, mereka menyombong. Disuruh memakai kata-kata yang berisi mohon ampun, mereka minta gandum. Disuruh makan baik-baik mereka makan dengan rakus. Padahal itulah pantang besar dalam perjuangan. Karena tentara adalah alat semata-mata dari panglima yang memegang komando.


Oleh karena mereka merubah-rubah perintah, maka mana yang merubah itu atau yang zalim itu mendapatlah siksaan dari langit. Dengan memperingatkan ini kembali kepada Bani Israil di jaman Nabi, terbukalah rahasia kebiasaan mereka, yaitu tidak tulus menjalankan perintah, dan bagi Nabi s.a.w sendiripun menjadi peringatan bahwa keras kepala adalah bawaan mereka sejak dari nenek-moyang mereka. Kalau kita lihat catatan sejarah Bani Israil ketika dibawa dan dibimbing Nabi Musa a. s. itu, la sendiripun kerapkali mencela mereka dengan memberi cap keras kepala, keras tengkuk dan sebagainya. Dan siksaan yang datangpun sudah bermacaam-macam terhadap yang salah.


Kadang-kadang ditenggelamkan, kadang-kadang disapu oleh bahaya sampar.

وَ إِذِ اسْتَسْقَى مُوْسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِب بِّعَصَاكَ الْحَجَرَ
 
"Dan (ingatlah) seketika Musa memohonkan air untuk kaumnya, lalu Kami katakan: Pukullah dengan tongkatmu itu akan batu. " (pangkal ayat 60).

Dalam perjalanan jauh itu tentu bertemu juga dengan padang belantara yang kering dari air. Kalau berjumpa dengan keadaan yang demikian, Bani Israil itu sudah ribut, mengomel dan melepaskan kata­kata yang menunjukkan jiwa yang kecil kepada Nabi Musa a.s. . Tiba di tempat yang kering kurang air, mereka mengomel, mengapa kami dibawa ke tempat ini. Mengapa kehidupan kami yang senang, cukup air di Mesir disuruh meninggalkannya dan dibawa ke tempat yang kering ini. Apa kami disuruh mati ? Musapun memohonlah kepada Tuhan agar mereka diberi air. Maka disuruh Tuhan kepada Musa a.s. memukul batu dengan tongkat:


فَانفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْناً
 
"Maka memancarlah daripadanya duabelas mata air, "

sebanyak suku-suku Bani Israil,


قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَّشْرَبَهُمْ

 
"yang sesungguhnya telah tahu tiap-tiap golongan akan tempat minum mereka. "

Dan sebagaimana rahmat turunnya manna dan salwa, disuruhkan juga kepada mereka agar nikmat ini diterima dengan syukur. Kalau bukanlah dengan mukjizat dan karunia Ilahi tidaklah mereka akan mendapat air ditempat sekering itu, padang pasir yang tandus. Sebab itu Tuhan bersabda:


كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا مِن رِّزْقِ اللهِ وَلاَ تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِيْن

 
"Makanlah dan minumlah dari karunia Allah, dan janganlah kamu mengacau dan membuat kerusakan di bumi. " (ujung ayat 60).

Ini diingatkan kembali kepada Bani Israil, demikian besar nikmat Tuhan atas mereka. Dan diperingatkan pula kepada manusia umumnya, janganlah sampai setelah nikmat bertimpa-timpa datang, lalu lupa kepada yang memberikan nikmat, lalu berbuat kekacauan dan kerusakan. Jangan hanya mengomel menggerutu ketika kekeringan nikmat, lalu mangacau dan menyombong setelah nikmat ada.


وَ إِذْ قُلْتُمْ يَا مُوْسَى لَن نَّصْبِرَ عَلَىَ طَعَامٍ وَاحِدٍ
 
"Dan (ingatlah ) seketika kamu berkata : Wahai Musa, tidaklah kami akan tahan atas makanan hanya semacam. " (pangkal ayat 61).

Ini juga menunjukkan kekecilan jiwa dan kemanjaan. Mereka telah diberi jaminan makanan yang baik, manna dan salwa. Manna yang semanis madu dan daging burung, salwa yang empuk lezat. Dengan demikian mereka tidak usah menyusahkan lagi makanan lain pada tanah kering dan tidak subur dan tidak dapat ditanami itu. Tetapi mereka tidak tahan. Masih mereka lupa dari sebab apa mereka dipindahkan dari Mesir. Manakah perjuangan menuju tempat bahagia yang tidak ditebus dengan kesusahan ? Lalu mereka mengeluh :
 
فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ
 
"Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya dikeluarkan untuk kami dari apa yang ditumbuhkan bumi. "

Kami telah terlalu ingin perubahan makanan, jangan dari manna ke manna, dari salwa ke salwa saja. Kami ingin

مِن بَقْلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُوْمِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا
 
"dari sayur-mayurnya, dan mentimunnya dan bawang­putihnya dan kacangnya dan bawang- merahnya. "

Mendengar permintaan yang menunjukkan jiwa kecil dan kerdil itu, Nabi Musa a.s. menjawab :


قَالَ أَتَسْتَبْدِلُوْنَ الَّذِيْ هُوَ أَدْنَى بِالَّذِيْ هُوَ خَيْرٌ
 
"Berkata dia : Adalah hendak kamu tukar dengan yang amat hina barang yang amat baik ?"

Mengapa Nabi Musa a.s. menyambut demikian ? Memang, mereka meminta sayur-sayur yang demikian, ialah karena mereka teringat akan makanan mereka tatkala masih tinggal di Mesir; ada mentimun, ada bawang merah, ada kacang, ada bawang putih. Tetapi dalam suasana apakah mereka di waktu itu ? Ialah suasana perbudakan dan kehinaan. Sekarang mereka berpindah meninggalkan negeri itu, karena Allah hendak membebaskan mereka, tetapi karena tujuan terakhir belum tercapai, yaitu merebut tanah yang dijanjikan dengan keperkasaan, karena pengecut mereka juga, ditahanlah mereka di padang Tih 40 tahun. Makanan dijamin, "Ransum"disediakan. Itupun bukan ransum sembarang ransum.


Nabi Musa a. s. mengatakan tegas, bahwa makanan yang mereka minta itu adalah makanan hina, makanan jaman perbudakan. Dan makanan yang mereka tidak tahan lagi itu adalah makanan jaman pembebasan. Makanan karena cita ­cita. Untuk misal yang dekat kepada kita, adalah keluhan orang tua­ tua yang biasa hidup senang dijaman penjajah Belanda dahulu, mengeluh karena kesukaran di jaman perjuangan Kemerdekaan. Mereka selalu teringat jaman itu yang mereka namai jaman normal. Dengan uang satu rupiah jaman itu sudah dapat beli baju dan lebihnya dapat dibawa pulang untuk belanja makan minum. Tetapi sekarang setelah merdeka hidup jadi susah. Sampai ada yang berkata : "Bila akan berhenti merdeka ini ! - "Lalu Musa a. s. berkata:


اهْبِطُوْا مِصْراً فَإِنَّ لَكُم مَّا سَأَلْتُمْ
 
"Pergilah ke kota besar. Maka sesungguhnya di sana akan kamu dapatkart apa yang kamu minta itu. "

Inilah satu teguran yang keras, kalau mereka sudi memahamkan. Pergilah ke salah satu kota besar, apa artinya ? Ialah keluar dari kelompok dan menyediakan diri jadi budak kembali. Atau melepaskan cita-cita. Laksana pengalaman kita bangsa Indonesia di jaman perjuangan bersenjata dahulu yang makanan tidak cukup, kediaman di hutan. Mana yang kita tidak tahan menderita, silahkan masuk kota. Di kota ada mentega dan ada roti, coklat dan kopi susu. Tetapi artinya ialah meninggalkan perjuangan, menghentikan sejarah diri sendiri dalam membina perjuangan.


Kalimat Ihbithu mishran yang berarti pergilah ke kota besar, kalau menurut qira'at (bacaan) al-Hasan dan Aban bin Taghlib dan Thalhah bin Mushrif ialah Ihbithu mishra dengan tidak memakai tanwin (baris dua). Menurut qira'at ini artinya ialah : "Pergilah kamu pulang kembali ke Mesir, di sana akan kamu dapati apa yang kamu minta itu ! "Dengan demikian maka perkataan Nabi Musa a.s. menjadi lebih keras lagi. Segala yang kamu minta itu hanya ada di Mesir. Kalau kamu ingin juga, pulanglah ke sana kembali menjadi orang yang hina, diperbudak kembali.


Akhirnya bersabdalah Tuhan tentang keadaan jiwa mereka :


وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَآؤُوْا بِغَضَبٍ مِّنَ اللهِ
 
"Dan dipukulkanlah atas mereka kehinaan dan kerendahan, dan sudah layaklah mereka ditimpa kemurkaan dari Allah. "

Kehinaan ialah hina akhlak dan hina jiwa, tidak ada cita-cita tinggi. Jatuh harga diri, padam kehormatan diri, jatuh moral. Itulah yang dikenal dengan jiwa budak (slavengeest). Apabila diri sudah hina, niscaya rendahlah martabat, menjadi miskin. Mata kuyu kehilangan sinar. Ukuran cita-cita hanya sehingga asal perut akan berisi saja, payah dibawa naik. Atau malas berjuang karena ingin makanan yang enak-enak saja. Dengan demikian tentu tidak lain yang akan mereka terima hanyalah kemurkaan Allah. Lalu disebutnya sebabnya yang utama:


ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِآيَاتِ اللهِ وَيَقْتُلُوْنَ النَّبِيِّيْنَ بِغَيْرِ الْحَقِّ
 
"Yang demikian itu, ialah karena mereka kufur kepada perintah perintah Allah, dan mereka bunuh Nabi-nabi dengan tidak patut."

Sedangkan membunuh sesama manusia biasa lagi tidak patut, apalagi kalau sudah berani mengangkat senjata membunuh Nabi-nabi yang menunjuki mereka jalan yang benar. Menurut riwayat selama riwayat Bani Israil, tidak kurang dari 70 Nabi yang telah mereka bunuh. Itulah akibat dari jiwa yang telah jahat, karena meninggalkan iman.


ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّ كَانُوْا يَعْتَدُوْنَ
 
"Yang demikian itu ialah karena mereka telah durhaka dan adalah mereka melewati batas. "( ujung ayat 61).

Tersebab jiwa yang telah hina dan rendah, kerdil dan miskin, yang berpangkal daripada kufur kepada kebenaran, segala pekerjaan yang keji dan hina, membunuh Nabi, menipu dan ingkar akan seruan kebenaran berturutlah terjadi. Maka penuhlah riwayat Bani Israil dengan itu, yang anak-cucu mereka tidak akan dapat memungkiri kejadian itu. Sebab telah menggenang di dalam mata sejarah. Durhaka dan melewati batas. Durhaka menjadi maksiat; dosapun banyak diperbuat. Melewati batas, melanggar hukum. Sehingga peraturan­ peraturan dalam Taurat Nabi Musa a.s. tidak berjalan lagi, meskipun disebut-sebut juga dengan mulut.





 Referensi :
 http://kongaji.tripod.com/myfile/al-baqoroh_ayat_57-61.htm







Tidak ada komentar:

Posting Komentar