Minggu, 30 September 2012

TAFSIR SURAT AL-BAQOROH AYAT 135 - 141

بسم الله الر حمن الرحيم


وَ قَالُوْا كُوْنُوْا هُوْدًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوْا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَ مَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
(135) Dan mereka berkata: Men­jadilah kamu Yahudi, atau Nasrani supaya kamu dapat petunjuk. Katakanlah:Bah­kan agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia dari orang-orang yang musyrik.

قُوْلُوْا آمَنَّا بِاللهِ وَ مَآ أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَ مَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيْمَ وَ إِسْمَاعِيْلَ وَ إِسْحَاقَ وَ يَعْقُوْبَ وَ الْأسْبَاطِ وَ مَا أُوْتِيَ مُوْسَى وَ عِيْسَى وَ مَا أُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَ نَحْنُ لَهُ مُسْلِمُوْنَ
(136)
Katakanlah oleh kamu : Kami percaya kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada lbrahim dan Ismail dan Ishak dan Ya'qub dan anak-cucu, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan apa yang diberikan kepada Nabi-nabi daripada Tuhan mereka; tidaklah kami membeda-bedakan di antara seseorang pun dari mereka , dan kami kepadaNya semua menyerah diri.

فَإِنْ آمَنُوْا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَّ إِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِيْ شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
(137)
Maka jika mereka percaya sebagaimana yang kamu telah percaya itu, esungguhnya telah dapat petunjuklah mereka. Tetapi jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka akan berpecah-belah. Tetapi Allah akan menyelamatkan engkau dari mereka. Karena Dia adalah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui.

صِبْغَةَ اللهِ وَ مَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ صِبْغَةً وَ نَحْنُ لَهُ عَابِدُوْنَ
(138)
Celupan Allah! Siapakah lagi yang lebih indah celupannya dari pada Allah ?Dan kami, kepada Nyalah kami menghambakan diri.

قُلْ أَتُحَآجُّوْنَنَا فِي اللهِ وَ هُوَ رَبُّنَا وَ رَبُّكُمْ وَ لَنَا أَعْمَالُنَا وَ لَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَ نَحْنُ لَهُ مُخْلِصُوْنَ
(139)
Katakanlah : Apakah kamu hendak membantah kami perihal Allah ? Padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu ? Dan bagi kami adalah amalan kami dan bagi kamu adalah amalan kamu. Dan kami terhadapNya adalah ikhlas.

أَمْ تَقُوْلُوْنَ إِنَّ إِبْرَاهِيْمَ وَ إِسْمَاعِيْلَ وَ إِسْحَاقَ وَ يَعْقُوْبَ وَ الْأسْبَاطَ كَانُوْا هُوْدًا أَوْ نَصَارَى قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللهُ وَ مَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللهِ وَ مَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
(140)
Ataukah kamu katakan: Sesungguhnya Ibrahim dan Ismail dan Ishak dan Ya'qub dan anak-cucu adalah semuanya Yahudi, atau Nasrani. Katakan­lah : Apakah kamu yang lebih tahu ataukah Allah ? Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan kesaksian dari Allah yang ada padanya ? Dan Allah tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَ لَكُم مَّا كَسَبْتُمْ وَلاَ تُسْأَلُوْنَ عَمَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
(141)
Mereka itu adalah suatu umat yang sesungguhnya telah ber­lalu ; mereka akan mendapat apa yang mereka usahakan, dan kamupun akan mendapat apa yang kamu usahakan, dan tidaklah kamu akan diperiksa perihal apa yang mereka amalkan.

وَ قَالُوْا كُوْنُوْا هُوْدًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوْا
"Dan mereka berkata : Menjadilah kamu Yahudi, atau Nasrani supaya kamu dapat petunjuk."(pangkal ayat 135).

OrangYahudi berkata, rnasuklah ke- dalam agama Yahudi supaya kamu mendapat petunjuk. Orang Nasranipun berkata begitu pula. Sekarang setelah dijelaskan duduk perkara, yaitu bahwa yang ditegakkan oleh Muhammad s. a. w adalah agama Nabi Ibrahim a.s., menyerah diri dengan segala tulus-ikhlas kepada Allah, dan agama itu jauh terlebih dahulu daripada apa yang dinamakan agama Yahudi atau apa yang dinamakan agama Nasrani, dapatlah disambut seruan mereka mengajak masuk agarna mereka itu.


قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا
"Katakanlah: Bahkan agama Ibrahirn yang lurus."
Agama Ibrahirn adalah agama yang lurus. Demikian kita artikan kalimat Hanif. Kadang-kadang diartikan orang juga condong, sebab kalimat itupun mengandung arti condong. Maksudnya satu lurus menuju Tuhan, atau condong hanya kepada Tuhan. Tidak membelok kepada yang lain. Sebab itu didalamnya terkandung pula makna Tauhid. Itulah agama Nabi Ibrahim:

وَ مَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
"Dan bukanlah dia dari orang-orang yang musyrik "
(ujung ayat 135).

Oleh sebab agama Nabi lbrahirn a.s. adalah lurus kepada Allah dan Ibrahim a. s. itu sendiri bukanlah seorang yang mempersekutukan Allah dengan yang lain, dan itu agama yang kami pegang, perlu apa lagi kami masuk dalam agama Yahudi atau agama Nasrani. Sebab kalau kedua agama itu berasal lurus pula, tidak mempersekutukan Tuhan dengan yang lain perlu apa lagi masuk ke dalam agama yang dua itu, padahal diapun timbul jauh kemudian di belakang Nabi Ibrahim a.s.. Dan lalu pemuka kedua agama itu mengatakan bahwa agama mereka memang agama Nabi Ibrahim a.s. juga.


Mengapa setengah Yahudi mengatakan bahwa "Uzair anak Al­lah ? Atau mengapa Nasrani mengatakan al-Masih anak Allah ? Bukankah itu telah musyrik ? Atau dapatkah mereka mengemukakan bukti-bukti bahwa agama Nabi Ibrahim a.s. itu memang agama musyrik ? Di kitab yang mana terdapatnya ? Orang Yahudi niscaya tidak akan dapat mengemukakan itu dari Taurat, walaupun catatan yang kemudian yang mereka namai Taurat itu. Dan orang Nasranipun ketika memepertahankan pendirian bahwa al-Masih anak Allah , bukanlah dari nash yang terang dari Injil, melainkan dengan berbagai tafsiran yang sangat jauh di belakang. Kalau pihak mereka mengatakan bahwa masuk Yahudi atau Nasranilah yang akan dapat petunjuk dari Tuhan, timbullah pertanyaan : Apakah mengikuti Nabi Ibrahim a.s. tidak mendapat petunjuk ? Sebab itu mereka harus menjelaskan apa kelebihan agama mereka.


Kalau Yahudi mengatakan kelebihannya ialah karena selain dari Taurat merekapun telah mempunyai Kitab tambahan yang bernama Talmud, yaitu kumpulan dari peraturan-peraturan yang telah dibuat jauh terkemuka daripada wafatnya Nabi Musa a. s., teranglah bahwa Yahudi bukan lagi suatu agama yang memberikan jaminan petunjuk Allah, melainkan pindahan daripada petunjuk Allah kepada peraturan-peraturan yang disusun oleh Kahin-kahin dan Ahbar mereka. Agama Nasranipun demikian pula: "Kalau mereka mengatakan bahwa mengakui Nabi Isa anak Allah atau Allah sendiri yang menjelma menjadi anakNya untuk menebus dosa manusia, maka kalau kami masuk ke dalam agama itu, kami artinya kembali dari pendirian dari yang terang (Nur) ke dalam gelap (Zhulumat)." Sebab kepercayaan demikian tidak pernah diajarkan Ibrahim a.s..


Sekarang diterangkan pendirian agama menyerahkan diri atau agarna yang lurus dari Nabi Ibrahim a.s. yang dilanjutkan oleh Nabi Muhammad s.a.w itu:


قُوْلُوْا
"Katakanlah olehmu!"
(pangkal ayat 136).
Seruan memakai kamu ini ialah kepada umat beriman pengikut Nabi Muhammad s.a.w. Artinya, terangkanlah pendirian Islam yang sebenarnya tentang agama :

آمَنَّا بِاللهِ وَ مَآ أُنْزِلَ إِلَيْنَا
"Kami percaya kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami. "
Yaitu al-Qur'an yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w

وَ مَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيْمَ وَ إِسْمَاعِيْلَ وَ إِسْحَاقَ وَ يَعْقُوْبَ وَ الْأسْبَاطِ
"Dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail dan Ishaq dan Ya'qub dan anak-cucu."
Dan sudahlah dijelaskan tadi bahwasanya dasar ajaran Ibrahim a.s. yang dilanjutkan oleh Ismail a.s., nenek-moyang orang Arab dan Ishak a.s. dan Ya'qub a.s. nenek­ moyang Bani Israil adalah satu juga; yaitu menyerah diri kepada Al­lah. Inipun dipegang teguh oleh anak-cucu mereka, yaitu anak Nabi Ya'qub a.s. yang 12 orang dan keturunan mereka.

وَ مَا أُوْتِيَ مُوْسَى وَ عِيْسَى وَ مَا أُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَ نَحْنُ لَهُ مُسْلِمُوْنَ
"Dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan apa yang diberikan kepada Nabi­-nabi dari Tuhan mereka; tidaklah Kami membeda-bedakan di antara seorangpun dari mereka, dan kami kepadaNya, semua menyerah diri. "
(ujung ayat 136),

Inilah dia pokok ajaran Islam. Segala Nabi-nabi itu sama-sama dipercayai dan diimani, Kepada Ibrahim a.s. dan anak-anaknya diturunkan wahyu ; kami percaya akan ajaran itu. Kepada Musa a.s.dan Isa a.s. diberikan Taurat dan Injil; kamipun percaya bahwa Tuhan memang memberikan Kitab-kitab itu kepada mereka. Dan Nabi-nabi yang lainpun ada yang diberi Kitab-kitab, Shuhuf atau Zabur. Semuanya itu adalah dalam kepercayaan kami. Dan kepada Tuhan Allah sendiri kami tetap menyerah diri, kami tetap Muslim.


Dengan sebab yang demikian, kalau kami kabulkan ajakan kamu; ajakan Yahudi supaya masuk Yahudi, atau ajakan Nasrani supaya masuk Nasrani , artinya ialah bahwa kami pindah dari lapangan yang besar ke dalam bilik kecil. Bagi kami agama itu bukanlah kebangsaan sempit, bukan membangun diri kepada satu suku kaum, yaitu keturunan Yahudi dan bukan pula kepada tempat lahir seorang Nabi, yaitu negeri Nazaret. Dan kalau kami masuk ke dalam agama Yahudi, artinya kami menanggalkan kepercayaan kami kepada Isa al-Masih dan Muhammad, mengkafiri kembali dua Kitab Suci yang penting bagi umat manusia, yaitu Injil dan al-Qur'an. Dan kalau kami masuk Nasrani, kami wajib mendustakan kebenaran yang dibawa oleh al­Qur'an, padahal dimana kesalahan al-Qur'an, cobalah tunjukkan. Dan kalau masuk Nasrani wajib memandang Muhammad Nabi dusta, padahal apakah kedustaannya, cobalah buktikan !


فَإِنْ آمَنُوْا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا
"Maka jika mereka telah percaya sebagaimana yang telah kamu percaya, sesungguhnya telah dapat petunjuklah mereka."
(pangkal ayat 137).

Dengan pangkal ayat ini mereka diajak berpikir yang waras, yang logis (menurut Manthiq).

Kalau mereka sudi menurut pikiran yang teratur, tidak dipengaruhi oleh hawa-nafsu mempertahankan golongan, tentu mereka akan menyetujui. Yaitu bahwa sekalian Nabi, sejak dari Ibrahim a. s. sebagai nenek-moyang , sampai kepada Ismail a. s., sampai kepada Musa a. s. sebagai Rasul Pahlawan Pembebas Bani Israil dari belenggu perbudakan Fir'aun, sampai kepada Isa Al-Masih, sebagai pemberi peringatan kembali akan pokok ajaran Taurat, adalah semuanya beliau-beliau itu penegak dari hanya satu paham saja, yaitu menyerah diri kepada Allah yang Tunggal. Kalau mereka telah menyetujui ini dengan sendirinya mereka telah memegang petunjuk itu, artinya itulah hakikat yang ditegakkan oleh Nabi Muhammad s.a.w sebagai penyambung usaha Nabi-nabi yang dahulu itu.

Mari kita perhatikan bunyi ayat sekali lagi. Di dalam ayat ini tidak ada perkataan: "Masuklah ke dalam agama kami ini supaya kamu mendapat petunjuk seperti kami pula." Tetapi susunan ayat lebih halus dari itu. Yaitu kalau kamu telah benar-benar menyerah diri dengan tulus-ikhlas kepada Allah , dengan sendirinya kamu telah mendapat petunjuk.


Maka dengan ayat ini, kita yang telah mengakui diri orang Islam, karena kebetulan kita keturunan orang Islam, diberi pula peringatan bahwa Islam yang sebenarnya ialah penyerahan diri yang sebenarnya kepada Allah, disertai ikhlas, tidak bercabang kepada yang lain. Meskipun bernama orang Islam, tetapi penyerahan diri tidak bulat kepada Allah, sama sajalah dengan orang Yahudi dan Nasrani, yang mengambil persandaran kepada Nabi-nabi Allah pada nama, padahal tidak ada hakikat. Maka sesuailah semuanya itu dengan maksud ujung ayat:


وَّ إِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِيْ شِقَاقٍ
"Tetapi jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka akan berpecah­ belah. "
Terang sekali tujuan ayat ini. Persatuan seluruh umat manusia hanya akan tercapai bilamana penyerahan mereka hanya satu, yaitu kepada Allah saja. Apabila berpaling daripada Allah kepada yang lain, niscaya perpecahanlah yang timbul, sebab Allah Esa, dan yang lain adalah berbilang dan cerai-berai. Yang ini mengatakan `Uzair anak Allah, yang itu mengatakan al-Masih anak Allah, yang lain menghadapkan hati kepada berhala. Perpalingan membawa perpecahan dan perpecahan membawa permusuhan. Tidak ada agama lagi yang tegak, tetapi mernpertahankan pengaruh dan kedudukan. Berkali-kali, beratus bahkan beribu kali terjadi peperangan dan pertumpahan darah, karena mempertahankan pendirian masing­ masing dan tidak bertemu jalan damai. Maka kepada Nabi Muhammad s.a.w. sudah teguh dan tetap, tidak berkisar lagi, yaitu pegangan Nabi Ibrahim a.s. tadi, Hanifan-Musliman. Perselisihan yang terjadi di antara penyembah berhala sesama penyembah berhala, semuanya tidak akan membahayakan bagi Rasul dan orang yang beriman kepada ajarannya, asal mereka tidak berganjak dari pendirian yang digariskan itu, bahkan merekalah yang akan membawa damai bagi segala yang bertentangan:

فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ
Fasayakfikahumulah!
Allah akan menyelamatkan engkau daripada mereka. Ayat sekelumit kecil ini amat luas yang dicakupnya. Asal pegangan sudah ada, asal Tauhid sudah matang, janganlah bimbang menghadapi hidup. Tidak ada syaitan yang akan dapat memperdayakan, tidak ada jin yang akan dapat mempengaruhi, tidak ada manusia yang akan dapat membujuk. Demikian luas dan dalamnya pengaruh sabda Tuhan yang sepatah ini, sehingga dia dapat kita ingat diwaktu-waktu kita menghadapi bahaya. Apapun yang kita hadapi, namun Tuhan akan tetap menyelamatkan dan memelihara kita, asal kitapun ingat selalu kepadaNya.


وَ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
"Karena Dia adalah Maha Mendengar, lagi Mahu Mengetahui. "
(Ujung Ayat 137).

Tuhan mendengar apa pokok yang diperselisihkan dan Tuhan mengetahui apa tujuan mereka masing-masing. Dan Tuhanpun Mendengar dan Mengetahui apa kegiatan Muslimin sendiri di bawah pimpinan RasulNya menegakkan dakwah Islamiyah yang sejati. Apabila Rasul Allah, dan orang-orang yang beriman sertanya tetap berpegang teguh pada pendirian yang telah digariskan Allah itu.


Kemudian diberikan Tuhanlah jaminan yang tertinggi atas nilai pendirian agama Nabi Ibrahim a. s. itu, maka sabda 'I'uhan:


صِبْغَةَ اللهِ وَ مَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ صِبْغَةً
"celupan Allah, dan siapakah lagi yang lebih bagus celupannya daripada Allah."
(Pangkal ayat 138).

Shibghatal-Lahi: Celupan Allah! Berkata al-Akhfasy dan lain ­lain: "Celupan Allah, artinya Agama Allah ! "

Menurut satu riwayat dari Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan celupan Allah ialah Agama Allah, menurut keterangan yang disampaikan oleh Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dari Mujahid bahwa maksud Celupan Allah itu ialah Fitrah Allah, atau kemurnian Allah yang telah difitrahkan manusia atasnya.

Menurut satu penafsiran pula dari Qatadah, yang dirawikan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir, berkata Qatadah:

"Orang Yahudi mencelup anak-anaknya dengan celupan keyahudian. Orang Nasranipun mencelup anak-anaknya dengan celupan kenasranian, tetapi sesungguhnya celupan yang asli daripada Allah ialah Islam, dan tidak ada satu celupanpun yang lebih bagus dan lebih bersih daripada celupan Islam. Sebab dialah Agama Allah yang telah diutus dengan dia Nuh dan Nabi-nabi yang datang sesudahnya.

Dari keterangan tafsir-tafsir sahabat dan Tabi'in tentang Shibghah atau celupan ini, dapatlah kita pahami ke mana maksudnya di sini.Tuhan telah meninggalkan dua celupan, yang keduanya asli dan tidak dapat ditandingi dan dibandingi. Yang pertama ialah celupan warna pada alam, yang dapat dilihat dengan mata. Ini dikuatkan oleh sebuah Hadits yang dirawikan oleh Ibnu Mardawaihi, dan Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah s. a. w pernah menceritakan bahwa Bani Israil pernah bertanya kepada Musa a.s. apakah Tuhan Allah itu mencelup juga? Mendengar pertanyaan demikian marahlah Nabi Musa a. s. kepada mereka dan disuruhnya mereka supaya bertakwa kepada Allah, jangan sampai bertanya sedemikian rupa.


Tetapi tidak berapa lama kemudian datanglah seruan Allah kepada Musa a, s. : "Bertanyalah mereka kepada engkau adakah Allahmu itu mencelupi alam ini?" Menjawab Nabi Musa a.s.: "Benar, ya Tuhanku, mereka tanyakan demikian kepadaku. " Maka bersabdalah Allah kepada Musa: "Katakanlah kepada mereka itu bahwa memang Allah memberikan celupan warna, semuanya adalah celupan."


Menurut Hadits yang dirawikan Ibnu Abbas itu, maka turunlah ayat ini kepada Nabi Muhammad s.a.w menyatakan celupan Allah, bahwa tidak ada yang lain yang sanggup mencelup seindah celupan Allah. Dari kedua macam tafsir ini dapatlah kita memahami bahwa keduanya dapat diterima.


Pertama ialah bahwa alam ini dicelup oleh Tuhan sendiri, dengan warna-warm yang merah, yang hitam, yang jingga, ungu, lembayung, merah jambu, merah-muda, hijau, hijau­laut, biru, biru-laut, putih, kecubung dan lain-lain sebagainya. Sebagaimana yang disebutkan Tuhan kepada Nabi Musa a. s. seketika Bani Israil bertanya itu.


Dengan memegang tafsiran ini, maka ayat ini dapat kita pergunakan buat merenungkan keindahan warna di dalam alam sekeliling kita ini. Warna asli dari Allah, tiap pagi dan tiap petang bertukar celupannya, yang kelihatan kemarin, tidak kelihatan lagi hari ini. Dan besok lain lagi. Berjuta juta hari telah berlalu dan berjuta pula hari akan datang sampai datang kiamat kelak. Adalah kita bosan melihatkan matahari ketika terbit dan kemudian ketika terbenam ? Bagaimana warna langit ketika itu ? Adakah seorang yang sanggup menirunya ? Gambar lukisan indah buatan Rembrandt, atau Rafael, atau Leonardo da Vinci dan lain-lain, memang mengagumkan. Apakah sebabnya dikatakan mengagumkan? Ialah karena mereka sebagai ahli seni yang besar telah mendekati hakikat yang dijadikan Tuhan.Celupan Allah atas alam ini adalah keindahan yang asli, yang di dalam filsafat disebut Aestetika. Maka manusia yang sanggup mendekati keindahan yang asli itu sekali lagi kita katakan: Mendekati! Manusia yang sanggup mendekati keaslian itu dalam lukisannya, dalam campuran warnanya, dinamai seniman. Bertambah pandai mereka mendekati, bertambah agunglah mereka dalam pandangan para peminat seni. Sebab itu kebenaran seni bukanlah keasliannya, melainkan pula kesanggupannya mendekati keaslian.


Begitu uraian kita tentang tafsir celupan itu, yang pertama. Yaitu celupan atau campuran warna ciptaan Allah yang tidak dapat diatasi oleh siapapun dalam alam ini.


Sekarang kita masuk kepada tafsiran yang kedua.
Penafsiran yang kedua sebagai dari Tabi'in yang ternama tadi, yaitu Mujahid, arti celupan ialah Fitrah, yang dapat kita artikan warna asli, atau celupan asli dari jiwa manusia. Dan menurut penafsiran Qatadah tadi, dikatakan bahwasanya keyahudian dan kenasranian adalah celupan buatan manusia yang dicelupkan oleh ayah kepada anak, atau celupan pendeta, yang sewaktu-waktu pasti luntur. Maka Islam yang berarti penyerahan diri yang sungguh-sungguh kepada Dzat Allah Yang Maha Esa, adalah celupan asli pada akal manusia. Sama terjadinya dengan akal itu sendiri. Sebab itu dapatlah dipahami suatu Hadits Shahih yang terkenal , bahwasanya manusia seluruhnya ini dilahirkan dalam Fitrah, artinya dalam Islam. Cuma pendidikan ayah bundanyalah yang membuat anak jadi Yahudi, jadi Nasrani atau jadi Majusi.


Teringat lagi kita satu tafsir yang lain dari Ibnu Abbas, menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu an-Najjar di dalam Tarikh Baghdad, bahwa arti celupan ialah putih. Artinya masih putih bersih jiwa itu dalam Fitrahnya, sebelum dihinggapi oleh lain warna paham.


Sebab itu dapatlah kita simpulkan kembali ayat ini kepada ayat­ ayat yang sebelumnya. Yaitu bahwasanya agama Hanif ajaran Ibrahim a. s. itu adalah celupan asli Tuhan, yaitu Fitrah Manusia , itulah Tauhid yang sejati. Celupan manusia akan luntur karena pergiliran zaman. Dia tidak akan tahan kena cahaya matahari kebenaran. Adapun Akidah Islamiyah yang dipusatkan daripada Nabi Ibrahim a.s. tidaklah lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan.


Maka agama Hanif itulah celupan Allah yang sejati, pakaian sejak mulai membuka mata menghadapi hidup, sampai rnenutup mata meninggalkan dunia. Sebab itu tersebutlah di dalam sebuah Hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad daripada Umamah; berkata dia, berkata Rasulullah s.a.w.
`Aku diutus dengan agama Hanif yang sangat berlapang dada (toleransi, pemaaf). "
Demikian juga menurut sebuah Hadits yang dirawikan oleh Imam Ahrnad dan Bukhari dan Ibnul Mundzir dari Ibnu Abbas, berkata Ibnu Abbas: "Orang bertanya kepada beliau : "YaRasulullah ! Manakah agama yang lebih disukai oleh Allah ? " Beliau menjawab: "Islam agama Hanifiyah as-Samha, " yaitu agama yang Hanif dan berlapang dada."
Bertambah maju ilmu pengetahuan manusia di dalarn menyelidiki alam ini dari segala bidangnya, bertambah dekatlah mereka sampai kepada kesimpulan akan keesaan Allah dan bertambah menyerahlah mereka kepada Allah. (Hanifan Musliman), meskipun mereka belum mendaftarkan diri dengan resmi masuk Islam. Sebab agama Hanif itu adalah celupan Allah sejati, maka siapapun di antara makhluk Allah tidak ada yang akan dapat mengatasi celupan Allah itu

وَ نَحْنُ لَهُ عَابِدُوْنَ
"Dan kami, kepadaNyalah kami menghambakan diri . "
(ujung ayat 138).
Kalau kita ambil taf'siran yang pertama tadi, yaitu bahwa celupan Allah atas alam, dengan berbagai ragam warna, tidaklah dapat diatasi oleh pencelup yang lain, atau keindahan alam karena keindahan Allah. Kita sampai kepada intisari agarna dengan melihat benda yang nyata di sekeliling kita. Kita mengakui beribadat kepada Allah. Di sini kita mendapat Allah di dalam seni.

Kalau kita ambil penafsiran kedua, bahwa celupan Allah yang asli itu ialah keadaan Fitrah Manusia, jiwa murni manusia, belum dicampuri oleh celupan dan Iukisan warna manusia, yang bisa rusak karena hujan dan panas, sampailah kita kepada hakikat hidup, artinya sampailah kepada Tuhan dari segi kerohanian. Di sini kita mendapat Allah dari segi Filsafat. Sebab campuran warna yang lahir telah rnenimbulkan kesan kepada campuran warna yang batin.


Di samping kedua tafsiran tadi, Shibghah dengan makna warna­warni yang diciptakan Allah di dalam Alam, yang menimbulkan minat kesenian , dan Shibghah dengan arti fitrah, celupan asli jiwa manusia, bertemu lagi keterangan dari setengah ahli tafsir. Kata mereka, asalnya maka timbul kata celupan ini ialah karena orang Nasrani membaptiskan puteranya dengan air, yang mereka namai Ma'mudiyah, atau Baptisan atau di Doop, atau dipermandikan, barulah mereka berkata: Shibghahtallah, Celupan Tuhan, artinya Islam, inilah permandian yang betul.


Bila kita renungkan penafsiran yang ketiga ini, dapatlah kita menarik garis perbedaan paham tentang kesucian jiwa di antara Is­lam dengan Nasrani. Di dalam Islam, anak lahir ke dunia dalam keadaan suci, tidak ada dosa dan bersih (fitrah.); setelah datang ke dalam lingkungan orang tuanya, barulah anak itu mempunyai warna yang tidak asli. Oleh sebab itu maka hendaklah pendidikan orang tua memelihara dan menumbuhkan kemurnian anak itu di dalam hidupnya, agar tidak terlepas daripada beribadat kepada Allah. Sedang bagi agama Nasrani adalah sebaliknya; anak lahir ke dunia adalah dalam dosa, yaitu dosa waris dari Nabi Adam. Setelah dipemandian dengan air serani itu, barulah dia bersih dari dosa. Karena dengan permandian itu berarti bahwa dia telah diberkati oleh Yesus Kristus yang dianggap sebagai Tuhan yang menebus dosa manusia dengan mati di kayu palang.
Setelah mengakui celupan Allah, yang satu kuasapun tidak sanggup menyamai, usahpun melebihi celupan Allah, seorang yang beriman bertambah insaf akan kebesaran 'I'uhan. Dan keinsafan itu dibuktikannya dengan berbuat baik. Beribadat mempertahankan diri. Sebab itu jelaslah bahwa peribadatan timbul sesudah berpikir. Bagaimana orang yang telah mencoba pendirian demikian, hanya Allah tempat mereka berabdi, menyembah dan memuja, akan dapat diajak turun kembali pergi menyembah sesama makhluk ?

قُلْ أَتُحَآجُّوْنَنَا فِي اللهِ
"Katakanlah: Apakah kamu hendak membantah kami perihal Allah ?"
(pangkal ayat 139).

Apakah kamu hendak membantah kam.i, karena pada sangkamu bahwa Allah telah menentukan hanya Bani Israillah kaum yang terpilih. Nabi-nabi dan Rasul-rasul hanyalah dari Bani Israil. Kami Bani Israil adalah kekasih Allah dan anak-anak Allah. Dan kalau masuk neraka, kami hanya berbilang hari saja. Pendeknya dalam tingkah dan caramu selama ini, kamu hendak memonopoli Allah hanya untuk kamu. Bagaimana kamu mendakwa-kan demikian wahai saudara-saudara kami ahlul-kitab ?


وَ هُوَ رَبُّنَا وَ رَبُّكُمْ
"Padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu?"
Kita sama-sama makhlukNya. Jika Nabi-nabi ada dalam kalangan Bani Israil, maka dalam kalangan Bani Ismailpun apa salahnya ada Nabi ? Apakah kamu sangka bahwa umat yang telah mempercayai Allah dan menyerah diri kepadaNya bukanlah umat yang utama ? Melainkan yang menjadi pengikut kamu saja yang utama ?


وَ لَنَا أَعْمَالُنَا وَ لَكُمْ أَعْمَالُكُمْ
"Dan bagi kami adalah amalan kami dan bagi kamu amalan kamu."
Mengapa kita harus bertengkar berbantah-bantah. Marilah kita masing-masing pihak beramal, bekerja, berusaha. Bukankah agama yang benar adalah mementingkan amal? Kalau kita bertengkar dan berbantah , niscaya amal menjadi terlantar.


وَ نَحْنُ لَهُ مُخْلِصُوْنَ
"Dan kami terhadapNya adalah ikhlas."
(ujung ayat 139).
Kami terhadap Allah, ikhlas, bersih tidak terganggu oleh niat yang lain. Sebab kepercayaan kami tidak bercabang kepada yang lain.

أَمْ تَقُوْلُوْنَ إِنَّ إِبْرَاهِيْمَ وَ إِسْمَاعِيْلَ وَ إِسْحَاقَ وَ يَعْقُوْبَ وَ الْأسْبَاطَ كَانُوْا هُوْدًا أَوْ نَصَارَى
"Ataukah kamu katakan : Sesungguhnya lbrahim dan Ismail dan Ishak dan Ya'qub dan anak-cucu adalah semuanya Yahudi dan Nasrani."
(pangkal ayat 140).

Artinya bahwa orang Yahudi akan mengatakan Ibrahim a.s. dan keturunannya itu adalah Yahudi. Nasrani mengatakan demikian pula, mereka semuanya adalah Nasrani. Kalau mereka berkata demikian maka


قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللهُ
"Katakanlah "
- wahai utusanKu : `Apakah kamu yang lebih tahu ataukah Allah?"

Dapatkah kamu mengemukakan bukti bahwa nama Yahudi sudah ada di jaman Ibrahim a. s., Ismail a. s., Ishak a. s. dan Ya'qub a. s. ? Nama Yahudi kamu ambil dari Yahuda anak Ya'qub a.s., sebagai nama agama. Mulanya hanya nama dari keturunan satu suku, lama-lama kamu jadikan nama agama. Bagaimana kamu mengatakan nenek-moyang itu beragama Yahudi ? Kitab Talmud pegangan kamu, kumpulan peraturan dari pendeta­-pendeta kamu, lama sesudah Nabi Musa a.s. barulah ada. Bagaimana kamu mengatakan nenek-moyang itu beragama Yahudi ?


Apalagi agama Nasrani. Di zaman Isa al-Masih sendiri nama agama N-asrani atau Kristen, belum ada atau belum pernah terdengar. Barulah Paulus kemudian meresmikan nama Masehi atau Kristen. Yaitu setelah Nabi Isa sendiri meninggal dunia ! Dan ketentuan, upacara peribadatan, pembaptisan, dan sebagainya itu, belumlah di kenal di zaman Nabi Ibrahim a.s., Isrnail a.s., Ishak a.s. dan Ya'qub a.s. dan anak-cucu mereka itu.


Hal ini jelas tertulis dalam Kitab "Perjanjian Baru" sendiri. Yaitu di dalam Kisah segala Rasul, Pasal 11. Di dalam ayat 19 sampai ayat 25, dinyatakan bahwa pada mulanya setelah Isa al-Masih meninggalkan dunia, murid-muridnya hanya menyebarkan ajaran al-Masih dalam kalangan Yahudi saja. Tetapi karena tantangan yang keras dari orang Yahudi di Jerusalem sendiri, sehingga seorang di antara murid itu, yang bernama Stepanus mati dibunuh orang Yahudi, bercerai-berailah murid-murid al-Masih itu. Ada yang mengembara ke Cyprus dan ada yang berangkat ke Cyrania. Dan ada yang berangkat ke Antiochia, mencoba menyebarkan ajaran itu pula kepada orang Greek (Yunani).


Seorang di antara murid al­Masih, bernama Barnabus, berangkat ke Tarsus dan di sana bergabung dengan Paul (Paulus) dan meyebarkan ajaran al-Masih bersama-sama, dan melanjutkan perjalanan ke Antiochia: "Tatkala dijumpainya dia, lalu dibawanya ke Anctiochia."


Demikianlah setahun genap lamanya keduanya itu berhimpun bersama-sama dengan sidang Jum'at, serta mengajarbeberapa banyak orang. Maka di Antochia lah murid-murid itu mula-mula disebut orang Kristen.( kisah segala Rasul , Pasal 11 , ayat 26 )


Jadi nama Kristen, Nasrani atau Masehi itu tidaklah dalam zaman Isa al-Masih itu sendiri, dan tidak beliau yang memberikan nama itu, melainkan murid-muridnya sesudah dia mati saja. Sedang Al-Masih semasa hidupnya menamai dirinya dari keturunan Bani Israil.


Apakah kamu yang lebih tahu ataukah Allah ? Kalau kamu berbicara dengan jujur, kamu akan mengakui bahwa awal pokok ajaran Nabi Musa a. s. ialah menyembah Allah Yang Maha Esa, yang tersebut dalam Hukum Yang Sepuluh. Dan Nabi Isa al-Masih seketika ditanyai oleh orang Yahudi, pun mengakui bahwa yang beliau tegakkan ialah agar mencintai Allah, lebih dari mencintai diri sendiri. Mengapa hal ini hendak kamu sembunyikan?
وَ مَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللهِ
"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan kesaksian dari Allah yang ada padanya ?"
Yang tertulis dengan jelas dari Kitab-kitabmu itu ? Itulah pokok agarna Ibrahim a.s. sejati, yang dilanjutkan oleh Musa a.s. dan Isa a.s. dan sekarang oleh Muhammad s.a.w Yang lain dari itu adalah tambahan­tambahan saja dari pendeta-pendeta kamu, Kahin [ Uskup (Ulama/Pendeta)] dan Ahbar Yahudi , Uskup, Petrick, Kardinal Kristen.
وَ مَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
"Dan Allah tidaklah lengah daripada apa yang kamu kerjakan. " (ujung ayat 140).
Artinya pemalsuan-pemalsuan yang telah kamu lakukan, tambahan yang telah kamu tambahkan, sehingga keputusan pemuka­-pemuka agama yang telah mengobah pokok ajaran yang asal dari Al lah tidaklah lepas dari penglihatan Allah. Tidak selamanya pula manusia dapat didinding dari kebenaran. Sehingga lama-lama bila manusia telah timbul keberanian dan kebebasan , pikiran , agama yang kamu tegakkan dengan cara begini akan kian lama kian ditentang or­ang, dan perpecahan dalam kalanganmu sendiri akan bertambah menjadi jadi. Sebab celupan manusia, bukan celupan Allah.

Agama yang sebenar agama hanyalah satu, yaitu penyerahan diri yang tulus ikhlas kepada Allah. Kalau ini dibantah, berarti kamu membantah fitrahmu.Sekali lagi Tuhan mengulang peringatanNya:


تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ
" Mereka itu adalah suatu umat yang sesungguhnya telah berlalu."
(pangkal ayat 141).

Mereka telah pergi, dan yang tinggal hanyalah jejak bekas dan sejarah :


لَهَا مَا كَسَبَتْ وَ لَكُم مَّا كَسَبْتُمْ
"Mereka akan mendapatkan apa yang telah mereka usahakan, dan kamupun akan mendapat apa yang telah kamu usahakan pula."

Inilah peringatan pada umat yang datang di belakang , baik umat Arab keturunan Ismail a.s., atau umat Yahudi keturunan Ya'qub a.s. dan Ishak a.s. dengan keduabelas pecahan keturunannya. Bahwasanya nenek-moyang mereka yang telah terdahulu itu, yang mana mereka telah banyak disebut dan jasa mereka menegakkan agama Allah, atau Hanifan Musliman telah banyak diperkatakan.


Mereka itu sekarang sudah tidak ada lagi , yang tinggal hanya bekas dan sejarah mereka. Mereka itu telah berjasa menyampaikan ajaran agama Allah yang sejati itu kepada dunia. Jasa mereka yang baik akan mendapat ganjaran yang baik dari Tuhan. Dan kamupun yang datang di belakang ini sebagai anak sejak anak cucu keturunan mereka, tidaklah perlu hanya membanggakan dan mencukupkan sebutan dan pujian atas jasa mereka. Kalau mereka mendapat ganjaran yang baik dari Allah, bukanlah itu berarti menjadi ganjaran pula, mentang-mentang kamu kamu membanggakan diri sebagai keturunan mereka.


Barulah kamu akan mendapat ganjaran setimpal pula dari Tuhan, apalagi usaha mereka yang telah lalu itu kamu sambung dengan amalan yang mulia pula :


وَلاَ تُسْأَلُوْنَ عَمَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
"Dan tidaklah kamu akan diperiksa perihal apa yang mereka kerjakan."
(ujung ayat 141).
Buruk atau baik mulia atau hina perbuatan umat-umat yang telah terdahulu itu, bukanlah tanggung jawab bagi kamu yang datang belakang. Yang akan kamu pertanggungjawabkan dihadapan Tuhan adalah amal usaha kamu sendiri.

Inilah satu peringatan yang keras, sampai diulang Tuhan dua kali, yaitu ayat 134 dan ayat 141 ini, yang sama isinya dan sama susunannya. Memang patutlah hal ini diulang-ulangi, walaupun berpuluh kali. Sebab sudah menjadi penyakit bagi suata umat keturunan umat yang besar, membanggakan amalan nenek-moyang, tetapi tidak berusaha menyambung usaha itti. Orang Arab keturunan Ismail a.s. di negeri Hejaz, membanggakan bahwa mereka adalah keturunan dari pembangun Ka'bah, padahal mereka telah rnenyembah berhala.


Orang Yahudi di Madinah merasa diri lebih tinggi dari orang Arab, dengan menyebut nama Nabi-nabi yang diutus Tuhan di kalangan mereka, sejak Musa a.s. sampai beberapa Nabi dari Bani Israil, padahal merekalah yang banyak membunuh Nabi-nabi itu, karena tidak cocok dengan hawa-nafsu mereka. Sekarang datang Nabi Muhammad s.a.w mengajak kembali kepada ajaran pokok yang asli dari nenek-moyang itu, tetapi mereka bertahan pada pendirian­-pendirian yang salah, yang telah jauh dari ajaran nenek-moyang itu.


In: dapat menjadi pengajaran bagi kita yang datang jauh sesudah Nabi Muhammad s.a.w Berapa banyak kita banggakan sejarah, sedikit­-sedikit sejarah kebesaran Islam, sejarah Ulama Islam, sejarah kemenangan Islam. Dan semuanya itu memang benar; tetapi semuanya adalah bekas usaha umat yang telah lalu. Kalau mereka beroleh pahala dari usaha itu, tidaklah kita yang datang di belakang ini yang akan menerimanya. Kita hanya menerima bekas dari usaha kita sendiri. Adalah amat membosankan membangga-banggakan zaman yang telah lampau dari usaha orang lain, sehingga masa hanya habis dalam ceritera, tetapi tidak dapat menunjukkan bukti dan usaha sendiri. Inilah penyakit dari umat yang telah masuk ke dalam lumpur.


Kata pepatah ahli syair :

انّ الفتاي من يقول ها أنذا ،
ليس الفتاي من يقول كان أبي

Orang muda sejati ialah yang berkata : Inilah Aku.
Bukanlah orang muda sejati orang yang berkata : Bapakku dahulu begini dan begitu.





Referensi :
 http://kongaji.tripod.com/myfile/al-baqoroh_ayat_135-141.htm






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar