BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Generasi masa kini cenderung banyak mengalami problem
emosional dibanding generasi sebelumnya. Sering merasa kesepian dan pemurung,
sifat arogansi yang berlebih dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup
dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif. Kesemuanya itu menuntut
tindakan penanggulangan dengan segera dari berbagai pihak. Termasuk diantaranya
lembaga pendidikan/ sekolah. Di sekolah diharapkan murid-murid dijelaskan
tentang bagaimana mempersiapkan
anak didik dalam menempuh kehidupan dan apa yang dapat dilakukan sekolah-sekolah untuk mendidik muridnya, yaitu mulai dari mengajarkan kepandaian dan kepekaan emosional, juga mengajarkan tentang keselarasan antara emosional dan cara mengekspresikannya.
anak didik dalam menempuh kehidupan dan apa yang dapat dilakukan sekolah-sekolah untuk mendidik muridnya, yaitu mulai dari mengajarkan kepandaian dan kepekaan emosional, juga mengajarkan tentang keselarasan antara emosional dan cara mengekspresikannya.
Semua problem emosional (kesepian, murung, dan seterusnya)
ini boleh saja dimiliki, tetapi reaksi terhadap perasaan itu ada yang
diperbolehkan, ada juga yang tidak diperbolehkan. Emosi menuntun kita
menghadapi saat-saat kritis dan tugas-tugas yang terlampau riskan bila
diserahkan kepada otak anak.[1] Untuk itu perlu diberikan suatu pembelajaran
tentang emosional, agar anak didik dapat mengendalikan emosi mereka.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka makalah
ini kami beri judul “PENGARUH
PERKEMBANGAN MORAL DAN PERKEMBANGAN SOSIAL TERHADAP PEMBELAJARAN EMOSIONAL”.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan
pembelajaran emosional ?
2. Apa pengaruh perkembangan moral
terhadap pembelajaran emosional?
3. Apa pengaruh perkembangan sosial
terhadap pembelajaran emosional?
C.
Tujuan Pembahasan
Tujuan
pembahasan dalam makalah ini, agar kita dapat mengetahui :
1. Pengertian dari pembelajaran
emosional
2. Pengaruh moral terhadap pembelajaran
emosional
3. Pengaruh sosial terhadap
pembelajaran emosional
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran Emosional
Pembelajaran (learning)
adalah suatu kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara terintegrasi
dengan memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik siswa,
karakteristik bidang studi, serta berbagai strategi pembelajaran. Atau secara
singkat dapat dikatakan sebagai proses membelajarkan siswa. Sedangkan pembelajaran
emosional yaitu pembelajaran yang menggunakan pendekatan emosional.
Pendekatan emosional yang berdasarkan emosi dan perasaan dan pengajaran
dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam pendidikan dan pengajaran,
terutama untuk pendidikan agama Islam, karena emosi mempunyai peranan yang
penting dalam pembentukan kepribadian seseorang. Pendekatan emosional di
maksudkan di sini adalah suatu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi siswa
dalam meyakini, memahami dan menghargai ajaran agamanya. Dengan pendekatan ini
diusahakan selalu mengembangkan perasaan keagamaan siswa agar bertambah kuat
keyakinannya akan kebesaran Allah SWT dan kebenaran ajaran agamanya. Untuk
mendukung tercapainya tujuan dari pendekatan emosional ini, metode mengajar
yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah metode ceramah, bercerita, dan
sosiodrama. [2]
Dalam pembelajaran ini, tidak hanya memperhatikan
perkembangan emosional saja, tetapi juga memperhatikan tentang perkembangan
intelektual anak, dimana keduanya saling memiliki keterkaitan. Dengan kata
lain, secara timbal balik faktor kognitif (intelektual) juga terlibat
dalam perkembangan emosional. Dengan demikian, antara IQ (Intellegence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient) tidak dapat dipisahkan
perannya satu sama lain. Keberadaan IQ sangat menunjang berfungsinya EQ.
Demikian pula sebaliknya, keberadaan EQ sangat menentukan fungsi IQ.
Kalau IQ berfungsi untuk meramalkan kemampuan belajar seseorang dalam bidang
skolastik, dan EQ adalah kemampuan “membaca” pikiran sendiri dan pikiran orang
lain, dan karenanya dapat menempatkan diri dalam situasi orang lain dan
mengendalikan dirinya.
Adapun yang dimaksud dengan emosi itu sendiri adalah suatu
keadaan afektif yang disadari dimana dialaminya perasaan seperti kegembiraan (joy),
sedih, takut, benci, dan cinta serta perasaan yang dapat mempengaruhi perilaku.
Dalam definisi yang lain dikatakan bahwa emosi merupakan perpaduan dari
beberapa perasaan yang mempunyai intensitas yang relatif tinggi dan menimbulkan
suatu gejolak suasana batin, suatu stirred
up or aroused state of the human organization [3]. Selain itu, emosi juga dikatakan dengan kegiatan atau
pergolakan pikiran, perasaan dan nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau
meluap-luap.
Dalam kaitan ini, peran emosi banyak terlibat dalam
aktivitas manusia. Hal ini dapat dilihat pada keadaan dalam diri kita yang
tidak disadari selalu beraksi dalam keadaan emosi. Reaksi dalam diri ini
berpengaruh pada persepsi, pembelajaran,pemikiran dan secara umum segala apa
yang kita kerjakan.[4] Emosi merupakan leburan reaksi tak terorganisasi
terhadap rangsangan dari luar ataupun dari dalam. Pada saat terjadi emosi, akan
terjadi aktivitas dalam diri yang dapat mempengaruhi keseluruhan proses dan perilaku
yang dapat diamati. Perilaku emosional tersebut ditentukan oleh adanya pengaruh
kompleksnya masalah yang dihadapi dan keturunan (Heredity) serta
pengkondisian. [5]
Adapun emosi itu sendiri dapat berdampak positif dan juga
negatif pada anak. Oleh karena itu, untuk mencegah dampak negatif dari emosi,
maka diperlukan peranan dari pihak keluarga, sekolah dan juga lingkungan. Untuk
mengembangkan emosi agar berdampak positif, maka perlu dilakukan upaya proses
belajar yang salah satunya dengan menggunakan metode atau kegiatan bermain.
Dengan bermain, anak dapat berfantasi sehingga memungkinkannya untuk
menyalurkan berbagai keinginan-keinginannya yang tidak dapat direalisasikan
dalam kehidupan nyata ataupun menetralisir berbagai emosi-emosi negatif yang
ada pada dirinya seperti rasa takut, marah dan cemas. [6]
·
Ciri-ciri emosi, diantaranya adalah:
1. Pengalaman emosional yang bersifat
pribadi
2. Perubahan aspek jasmaniah
3. Emosi diekspresikan dalam perilaku
4. Emosi sebagai motif
·
Macam-macam emosi
1. Senang (joy), merupakan kebanggaan dan respons cepat yang berhubungan
dengan pencapaian tujuan dan pemenuhan kebutuhan.
2. Sedih (sorrow), merupakan lawan dari senang dan disebabkan karena tidak
tercapainya sesuatu yang diinginkan dan biasanya diikuti oleh rasa kehilangan.
3. Marah
(anger), dan permusuhan, kejengkelan
ketika arah tujuan perbuatan dilarang atau dikecewakan, dan biasanya sangat
rentan terhadap pengaruh komulatif (dendam), kedua macam emosi tersebut
cenderung bersifat menyerang.
4. Takut
(fear), cemas dan khawatir, ketiga
macam emosi ini berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu.
5. Tanggapan
mengejutkan (startle response),
merupakan reaksi takut yang khusus terhadap kejadian intern yang tiba-tiba.
6. Benci (hate),
berhubungan dengan penyerangan seseorang yang memberinya biasanya secara aktif
cenderung akan menyerang objek yang dibencinya.
7. Cinta
(love), melibatkan peran orang lain
dan biasanya akan meningkat apabila orang lain membalas cintanya. Adanya
perasaan ini biasanya ditandai dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan
darah, dan respirasi (penguapan / berkeringat).
·
Fungsi emosi menurut Benjatield
(1992) meliputi:
1. Emosi sebagai pembangkit energi (energizer).
2. Emosi
sebagai pembawa pesan/ isyarat (messenger)
yaitu bahwa keadaan diri kita dapat diketahui dari kondisi emosi kita.
3. Emosi sebagai pembawa informasi dalam komunikasi
interpersonal, yakni bahwa ungkapan emosi dapat dipahami secara universal.
4. Emosi sebagai sumber informasi tentang keberhasilan,
contohnya seseorang yang ingin sembuh dari sakit, kemudian dari keadaan yang
terkesan sehat wal ‘afiat menunjukkan bahwa seseorang telah berhasil sembuh
dari sakitnya.[7]
·
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan emosi diantaranya adalah:
1. Keturunan
(heredity) yang merupakan kebiasaan-kebiasaan individu yang merupakan
faktor penentu sensitivitas, sistem syaraf, respon dalam diri, dan pola leburan
reaksi dalam diri / jeroan.
2. Kematangan
(maturation) juga mempengaruhi perkembangan emosional, terutama sebelum
respons emosional tampak ke permukaan. Organ-organ syaraf yang matang akan
dapat mempersepsi rangsangan dengan jelas. Demikian pula proses cerebral mesti matang, sebelum
emosi menjadi suatu pengalaman yang tampak.
3. Kesukacitaan (excitement),
yang umumnya ada pada masa seorang individu masih bayi mungil. Setelah umur
tiga bulan perbedaan-perbedaan emosi suka cita ini mulai tampak. Berawal dari
masa suka cita tersebut, emosi berkembang menuju kematangan dan belajar,
reaksi-reaksi tersebut makin hari makin berkembang ke arah lebih spesifik, dan
beragam.
4. Stimulus dari luar yang menimbulkan
reaksi emosional, ketepatan dalam memberikan reaksi, dan tingkah laku
seseorang, merupakan hasil belajar (learning) ini artinya perkembangan
emosional seseorang juga ditentukan oleh sebab-sebab belajar.[8]
B.
Pengaruh Perkembangan Moral Terhadap Pembelajaran Emosional
Perkembangan emosional pada anak berjalan seiring dengan perkembangan moral. Oleh
karena itu, diperlukan dorongan dari orang tua atau guru dengan mengajarkan
moral yang baik pada anak melalui pemberian contoh atau teladan yang baik.
Moral itu berkembang karena hidup dalam masyarakat , dan moralpun dapat berubah
karena kondisi sosial.
Moral merupakan suatu norma yang sifatnya kesadaran atau
keinsyafan terhadap suatu kewajiban melakukan sesuatu atau suatu keharusan
untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan tertentu yang dinilai masyarakat
melanggar norma-norma moral. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa suatu
kewajiban dan norma moral sekaligus menyangkut keharusan untuk bersikap
bersopan santun. [9]
Dalam kaitan ini, kepada anak-anak diperlukan pengarahan
tentang pengaruh krisis moral dalam kehidupan. Kesadaran moral adalah kesadaran
tentang diri kita sendiri, dimana kita melihat diri kita sendiri sedang
berhadapan dengan sesuatu yang baik dan sesuatu yang buruk. Orang yang
mempunyai kesadaran moral, berarti dia mempunyai kemampuan untuk memilih atau
mempertimbangkan dan membedakan antara sesuatu yang baik dan sesuatu yang
buruk, atau juga antara hal-hal yang halal dan haram. [10]. Kesadaran moral
bisa menjadi semakin terkikis jika kita sengaja berusaha untuk mengelak dari
suara hati, yang senantiasa memperingatkan kita agar melakukan sesuatu yang
baik dan melarang kita melakukan hal-hal yang buruk dan merugikan masyarakat
pada umumnya.
Dari
uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa perbuatan-perbuatan emosional
yang negatif dapat ditekan atau dapat diminimalkan dengan menumbuhkan kesadaran
moral dalam setiap diri individu.
C.
Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Pembelajaran Emosional
Disamping perkembangan moral, pembelajaran emosional juga
dipengaruhi oleh perkembangan sosial. Berkenaan dengan perkembangan sosial
menurut Hurlock sebagaimana yang telah dikutip oleh Hamzah B.Uno dalam bukunya Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran mengatakan
bahwa keberadaan anak dalam kehidupan sosial dapat dilihat dari dua hal:
1. Anak yang memiliki sifat introvet adalah anak yang banyak
memikirkan tentang dirinya
2. Anak yang memiliki sifat ekstrovet yang selalu mengarahkan
perhatiannya di luar dirinya. Anak yang memiliki sifat ini cenderung
bersifat sosial.
Anak yang memiliki sifat introvet
cenderung bersifat individualistik, sering berusaha mengejar posisi
dirinya, dan mengejar terpenuhinya kebutuhan dirinya. Dan untuk mencapainya,
manusia cenderung melakukan berbagai cara. Apabila keterpenuhan kebutuhannya
tidak dapat dicapai dengan baik, mereka melakukan berbagai cara tanpa
memikirkan aspek hukum dan kepentingan orang lain.
Dengan demikian, anak/ orang yang memilik sifat introvet,
berpontesi untuk melakukan hal-hal yang dapat meresahkan masyarakat,
misalnya: pencurian, perampokan, pemerkosaan, dan lain-lain.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
tindak kejahatan itu berhubungan dengan variasi organisasi sosial tempat
kejahatan itu terjadi, artinya: kuantitas kejahatan dalam masyarakat
mempuyai hubungan erat dengan kondisi beberapa aspek kehidupan manusia
dalam masyarakat, di antaranya adalah kuantitas penduduk, agama, pendapatan,
pekerjaan, dan lain-lain.
Dalam teori motivasi, dijelaskan bahwa terdapat dua faktor
yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan apakah kegiatan terpuji
ataupun kegiatan kejahatan. Kedua faktor itu adalah faktor eksternal yang sebagian telah dijelaskan diatas, dan faktor internal yang bersumber dari
individu dan dapat dijelaskan sebagai berikut. Faktor internal dapat dibagi
menjadi dua bagian, yakni yang bersifat khusus dan yang bersifat umum.
Sifat khusus adalah keadaan psikologis diri individu.
Masalah kepribadian sering dapat menimbulkan kelakuan yang menyimpang. Ada
beberapa sifat khusus yang dapat menimbulkan kejahatan / perilaku menyimpang,
antara lain adalah:
1. Sakit jiwa
Orang yang terkena sakit jiwa cenderung bersikap anti
sosial. Sakit jiwa ini disebabkan oleh adanya konflik mental yang berlebihan,
atau mungkin karena pernah melakukan perbuaan yang dirasakan sebagai dosa besar
dan berat. Karena sakit jiwa, seseorang mempunyai kecenderungan untuk melakukan
penyimpangan yang bisa berupa tindak kejahatan dalam ketidaksadarannya.
2. Perkembangan emosional
Masalah emosional erat hubungannya dengan masalah sosial
yang dapat mendorong seseorang untuk berbuat menyimpang. Penyimpangan ini dapat
mengarah kepada suatu perbuatan kejahatan moral jika orang tersebut tidak mampu
mencapai keseimbangan antara emosinya dengan kehendak masyarakat. Emosional
seseorang berkembang seiring dengan perkembangan usia, kemampuan intelektual,
dan reaksi sosial terhadap perilaku emosional. Adapun beberapa pola umum emosi
yang mungkin mendorong seseorang melakukan kejahatan moral diantaranya adalah:
a. Rasa malu karena tidak ada pekerjaan
yang memadai.
b. Rasa takut karena didesak harus
membayar hutang.
c. Rasa marah karena selalu ditekan
oleh orang tua atau keluarga.
d. Rasa cemburu karena melihat orang
lain hidup lebih baik darinya.
e. Rasa duka cita karena mengalami
musibah, sementara tidak ada jalan lain yang ditempuh untuk mencari uang selain
merampok atau mencuri dan sejumlah perasaan emosi lain. [11]
3. Perkembangan mental
Penyebab kejahatan moral dapat terjadi karena rendahnya
mental. Rendahnya mental ada hubungannya dengan daya intelegensi.
Seseorang yang intelegensinya tajam dan dapat menilai realita maka akan semakin
mudah menyesuaikan diri dengan masyarakat. Sebaliknya, seseorang yang
intelegensinya rendah akan sulit beradaptasi dengan masyarakat, semakin jauh
dari kehidupan masyarakat umum kemudian semakin lama akan semakin tertekan
sehingga tidak mampu memenuhi kehendaknya bersama-sama orang lain.
4. Anomi (kebingungan)
Anomi ini terjadi jika seseorang berhadapan dengan situasi
yang baru atau kejadian dan perubahan yang belum pernah dialami, sementara hal
baru tersebut belum dikuasai sehingga orang akan kehilangan pegangan. Pada saat
orang kehilangan pegangan, maka di saat itu pula ia akan merasakan suatu
krisis, rawan dan mudah sekali terpengaruh. Dengan kata lain, orang yang sedang
dalam keadaan anomi sedikit banyak mempunyai kecenderungan untuk melakukan
tindak kejahatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pembelajaran emosional yaitu pembelajaran yang menggunakan
pendekatan emosional.
2. Pengaruh perkembangan moral terhadap
pembelajaran emosional
melekat kuat ketika kesadaran moral dalam setiap diri individu dapat menekan
suatu perbuatan emosional.
3.
Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Pembelajaran Emosional
sangat berkaitan erat. Semakin baik perkembangan sosial seseorang akan
semakin baik seseorang itu mengontrol emosionalnya.
B.
Saran
Pembelajaran emosional
hendaknya lebih difokuskan pada aspek moral dan sosial, karena keduanya
memegang peranan penting dalam aspek kehidupan di lingkungan masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Goleman,
Daniel. Emotional Intelegence.
Jakarta : Pustaka Utama, 2004
Sukmadinata,
Nana Syaodih, Landasan Psikologi
Pendidikan, cet.III, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005.
Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zain. Strategi
Belajar Mengajar, Cet. 2 Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.
Uno,
Hamzah B. Orientasi Baru Dalam Psikologi
Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2006
http://afiah.wordpress.com/2008/01/31/peran-keluarga-dan-sekolah-terhadap-perkembangan-emosi/
[1]
Daniel Goleman, Emotional Intellegence (Jakarta
: Pustaka Utama,
2004)
[2]
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi
Belajar Mengajar, Cet. 2 (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 75.
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Pendidikan, cet.III, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2005), 80
[4]
Hamzah B Uno,. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. (Jakarta : PT. Bumi
Aksara. 2006), 117
[5]
Ibid.,
[7]
Hamzah B Uno,. Orientasi Baru …………………..,
117-118
[8]
Ibid., 120
[9]
Ibid., 121
[10]
Ibid.
[11]
Ibid., 125.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar