Oleh: Badrul Tamam
Asslamu ‘alaikum Ustadz!
Ada seorang Ibu yang menyuruh anaknya untuk menceraikan istrinya
karena sang ibu tidak suka kepada menantunya itu. Sementara setahu saya
ada satu riwayat bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah
memerintahkan kepada Ibnu Umar untuk menceraikan istrinya karena
ayahnya, Umar bin Khathab memerintahkan hal itu kepada anaknya? Apakah
sang anak wajib mentaati perintah ibunya itu ataukah tidak? Sikap apa
yang harus dia ambil terhadap ibunya itu? Atas jawabannya kami ucapkan
terima kasih.
Abu Abdillah – Bekasi Utara
Wa’alaikum salam . . .
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Berbakti dan mentaati kedua orang tua wajib hukumnya selama bukan
dalam kemaksiatan, terlebih lagi kepada ibu. Allah Ta’ala menyebutkan
perintah untuk berbakti kepada keduanya bersanding dengan perintah
beribadah kepada-Nya dalam firman-Nya,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra’: 23)
Dan sesungguhnya ketaatan kepada orang tua wajib hukumnya atas anak,
selama hal itu mendatangkan kabaikan dan manfaat bagi keduanya dan tidak
menimbulkan mudharat atas diri anak. Sedangkan perintah yang tidak
mendatangkan manfaat bagi keduanya atau bahkan menimbulkan mudharat atas
anak maka tidak wajib dilaksanakan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam al-Ikhtiyaraat hal. 114 berkata,
“Seorang insan wajib taat kepada kedua orang tuanya di luar
kemaksiaatan, walaupun keduanya adalah orang fasik . . . dan ini karena
ada manfaat bagi keduanya dan tidak menimbulkan madharat atasnya.”
Sementara desakan untuk menceraikan istri tanpa sebab yang dibolehkan
syariat, sangat dibenci oleh Allah Ta’ala karena akan menghilangkan
kenikmatan berkeluarga, menyebabkan bangunannya runtuh, dan anak
terlantar. Dan boleh jadi dalam hal itu terjadi kedzaliman terhadap
istri. Karenanya tidak boleh mentaati orang tua dalam masalah semacam
ini. Dan ini tidak termasuk bagian dari durhaka kepada keduanya. Hanya
saja dalam menolak perintah tersebut harus dengan penuh kelemahlembutan
dan dengan ungkapan yang halus. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
“ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’: 23)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga pernah ditanya tentang seorang
laki-laki yang sudah beristri dan memiliki beberapa anak, sementara
ibunya tidak suka kepada istrinya tersebut dan mengisyaratkan kepada
anak laki-lakinya supaya menceraikannya. Apakah dia boleh menceraikan
istrinya tersebut? Beliau menjawab, “Tidak boleh dia menceraikan
istrinya hanya karena perintah ibunya. Tapi dia tetap wajib berbakti
kepada ibunya. Dan menceraikan istrinya tersebut bukan termasuk bagian
bakti kepadanya.”
Ibnu Muflih dalam Al-Adaab al-syar’iyyah berkata, “Tidak wajib
mentaati kedua orang tua untuk menceraikan istinya. Jika bapaknya
menyuruhnya untuk menceraikan istrinya, maka tidak wajib ditaati.
Demikianlah yang disebutkan mayoritas sahabat.”
Imam Sindi berkata, “Ada seorang laki-laki bertanya kepada Abu
Abdillah (Imam Ahmad bin Hambal), dia berkata, “Sungguh bapakku
menyuruhku agar menceraikan istriku.” Beliau menjawab, “Jangan ceraikan
dia.” Laki-laki itu berkata, “Bukankah Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam pernah menyuruh Ibnu Umar untuk menceraikan istrinya ketika
ayahnya (Umar) menyuruh hak itu?” Beliau menjawab, “(Boleh) sehingga
bapakmu menjadi seperti Umar radhiyallaahu ‘anhu”.
Kalau seorang ayah beralasan kepada anaknya, “Wahai anakku,
sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Abdullah
bin Umar untuk menceraikan istrinya ketika ayahnya (Umar) menyuruhnya
untuk menceraikan istrinya,” maka tidak tepat sang anak menjawab dengan
jawaban, “Apakah Anda ini seperti Umar?” Namun dia tetap wajib berkata
yang lembut semisal mengatakan, “Wahai ayah, sesungguhnya Umar memandang
ada maslahat besar ketika memerintahkan anaknya untuk menceraikan
istrinya.” (Disarikan dari Fatawa al-Jami’ah lil mar’ah al muslimah:
2/671)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, pernah ada seorang laki-laki
menyampaikan kepada Al-Hasan bahwa ibunya telah menyuruhnya untuk
menikah. Kemudian setelah itu ibunya menyuruhnya untuk menceraikan
istrinya itu, maka Al-Hasan menjawab, “Sesungguhnya menceraikan istrimu
sama sekali bukan termasuk berbakti kepada ibumu.”
Sebagaimana dimaklumi bahwa dalam kehidupan berkeluarga pasti ada
masalah dan keributan. Maka jika setiap orang yang diminta oleh kedua
orang tuanya atau salah satunya untuk menceraikan istrinya lalu dia
melakukan itu, maka pastilah jumlah janda yang menjadi korban perceraian
lebih banyak daripada yang menikah. Dan bagi orangtuanya tidak boleh
meminta anaknya untuk menceraikan istrinya kecuali karena adanya sebab
yang diterima oleh syariat.
Fatwa Syaikh Utsaimin rahimahullaah
Syaikh Muhammad bin Shalih bin Ustaimin rahimahullaah pernah ditanya
tentang hukum menceraikan istri karena sang Ibu menyuruhnya melakukan
itu. Beliau menjawab,
“Apabila seorang ayah meminta anaknya untuk menceraikan istinya, maka
kondisinya tidak lepas dari dua hal:
Pertama, orang tuanya menyampaikan
adanya sebab syar’i yang menuntut agar menceraikannya. Misalnya dia
berkata, “Ceraikan istrimu!” Karena tingkah lakunya mencurigakan seperti
suka merayu laki-laki atau menghadiri perkumpulan yang tidak baik atau
semacamnya. Dalam kondisi ini, dia wajib menuruti orang tuanya dan
menceraikan istrinya, karena dia tidak berkata, “ceraikan dia” karena
hawa nafsunya, tapi karena menjaga ranjang anaknya agar tidak terkotori
dengan hal-hal buruk tersebut. Maka sang anak harus menceraikan istrinya
itu.
Kedua, orang tua berkata kepada anaknya, “ceraikan istrimu,”
dikarenakan sang anak sangat mencintai istrinya itu sehingga ibunya
cemburu atasnya. Dan sering seorang ibu sangat cemburu jika melihat anak
laki-lakinya menyayangi istrinya dan khawatir menantunya itu
mendatangkan keburukan baginya. Maka dalam kondisi ini seorang anak
tidak wajib menceraikan istrinya apabila ayah atau ibunya menyuruh
menceraikan istrinya. Tetapi dia harus menyadarkan keduanya dengan tetap
mempertahankan keluarganya, merayu keduanya dengan perkataan yang
lembut sehingga menerima keberadaan istrinya, terlebih kalau sang istri
shalihah (baik) dalam dien dan akhlaknya.
Fatwa Lajnah Daimah
Lajnah Daiman pernah ditanya dengan soal serupa. Ada seorang ibu
menyuruh anaknya untuk menceraikan istrinya tanpa sebab dan aib dalam
agamanya, bahkan hal itu dikarenakan sikap egois sang ibu. Maka Lajnah
menjawab, “Apabila realitanya seperti yang disampaikan bahwa sang istri
shalihah dan dia sangat mencintianya serta keberadaannya sangat berharga
di sisinya. Terlebih sang istri tidak pernah berbuat buruk kepada
ibunya. Sementara sang ibu membencinya hanya karena kepentingan pribadi.
Maka bagi sang suami untuk tetap mempertahankan istrinya dalam ikatan
perkawinan bersamanya. Dia tidak wajib menceraikan istrinya karena
mematuhi ibunya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam, “Sesungguhnya ketaatan hanya dalam hal yang ma’ruf (baik).”
Dan bagi sang anak untuk tetap berbakti kepada ibunya, tetap
mengunjunginya, berlemah lembut dan memberikan nafkah untuknya, memenuhi
kebutuhannya, berusaha melapangkan dadanya, dan mencari keridlaannya
dengan segenap kemampuannya kecuali untuk menceraikan istrinya.” (Fatawa
Lajnah Daimah: 20/29) Wallahu a’lam bil shawab…. (PurWD/voa-islam.com)
http://amininoorm.wordpress.com/2011/01/08/wajibkah-mentaati-perintah-ibu-untuk-menceraikan-istri/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar