Rabu, 03 Oktober 2012

PENGARUH PERKEMBANGAN MORAL DAN PERKEMBANGAN SOSIAL TERHADAP PEMBELAJARAN EMOSIONAL




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Generasi masa kini cenderung banyak mengalami problem emosional dibanding generasi sebelumnya. Sering merasa kesepian dan pemurung, sifat arogansi yang berlebih dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif.  Kesemuanya itu menuntut tindakan penanggulangan dengan segera dari berbagai pihak. Termasuk diantaranya lembaga pendidikan/ sekolah. Di  sekolah diharapkan murid-murid dijelaskan tentang bagaimana mempersiapkan
anak didik dalam menempuh kehidupan dan apa yang dapat dilakukan sekolah-sekolah untuk mendidik muridnya, yaitu mulai dari mengajarkan kepandaian dan kepekaan emosional, juga mengajarkan tentang keselarasan antara emosional dan cara mengekspresikannya.
Semua problem emosional (kesepian, murung, dan seterusnya) ini boleh saja dimiliki, tetapi reaksi terhadap perasaan itu ada yang diperbolehkan,  ada juga yang tidak diperbolehkan. Emosi menuntun kita menghadapi saat-saat kritis dan tugas-tugas yang terlampau riskan bila diserahkan kepada otak anak.[1] Untuk itu perlu diberikan suatu pembelajaran tentang emosional, agar anak didik dapat mengendalikan emosi mereka.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka makalah ini kami beri judul “PENGARUH PERKEMBANGAN MORAL DAN PERKEMBANGAN SOSIAL TERHADAP PEMBELAJARAN EMOSIONAL”.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam  makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan pembelajaran emosional ?
2.      Apa pengaruh perkembangan moral  terhadap pembelajaran emosional?
3.      Apa pengaruh perkembangan sosial terhadap pembelajaran emosional?
C.    Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam  makalah ini, agar kita dapat mengetahui :
1.      Pengertian dari pembelajaran emosional
2.      Pengaruh moral terhadap pembelajaran emosional
3.      Pengaruh sosial terhadap pembelajaran emosional
.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pembelajaran Emosional
 Pembelajaran (learning) adalah suatu kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara terintegrasi dengan memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik siswa, karakteristik bidang studi, serta berbagai strategi pembelajaran. Atau secara singkat dapat dikatakan sebagai proses membelajarkan siswa. Sedangkan pembelajaran emosional yaitu pembelajaran yang menggunakan pendekatan emosional. Pendekatan emosional yang berdasarkan emosi dan perasaan dan pengajaran dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam pendidikan dan pengajaran,  terutama untuk pendidikan agama Islam, karena emosi mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan kepribadian seseorang. Pendekatan emosional di maksudkan di sini adalah suatu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi siswa dalam meyakini, memahami dan menghargai ajaran agamanya. Dengan pendekatan ini diusahakan selalu mengembangkan perasaan keagamaan siswa agar bertambah kuat keyakinannya akan kebesaran Allah SWT dan kebenaran ajaran agamanya. Untuk mendukung tercapainya tujuan dari pendekatan emosional ini, metode mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah metode ceramah, bercerita, dan sosiodrama. [2]
Dalam pembelajaran ini, tidak hanya memperhatikan perkembangan emosional saja, tetapi juga memperhatikan tentang perkembangan intelektual anak, dimana keduanya saling memiliki keterkaitan. Dengan kata lain, secara timbal balik faktor kognitif (intelektual) juga terlibat dalam perkembangan emosional. Dengan demikian, antara IQ (Intellegence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient) tidak dapat dipisahkan perannya satu sama lain. Keberadaan IQ sangat menunjang berfungsinya EQ.  Demikian  pula sebaliknya, keberadaan EQ sangat menentukan fungsi IQ. Kalau IQ berfungsi untuk meramalkan kemampuan belajar seseorang dalam bidang skolastik, dan EQ adalah kemampuan “membaca” pikiran sendiri dan pikiran orang lain, dan karenanya dapat menempatkan diri dalam situasi orang lain dan mengendalikan dirinya.
Adapun yang dimaksud dengan emosi itu sendiri adalah suatu keadaan afektif yang disadari dimana dialaminya perasaan seperti kegembiraan (joy), sedih, takut, benci, dan cinta serta perasaan yang dapat mempengaruhi perilaku. Dalam definisi yang lain dikatakan bahwa emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas yang relatif tinggi dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin, suatu stirred up or aroused state of the human organization [3]. Selain itu, emosi juga dikatakan dengan kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan dan nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap.
Dalam kaitan ini, peran emosi banyak terlibat dalam aktivitas manusia. Hal ini dapat dilihat pada keadaan dalam diri kita yang tidak disadari selalu beraksi dalam keadaan emosi. Reaksi dalam diri ini berpengaruh pada persepsi, pembelajaran,pemikiran dan secara umum segala apa yang kita kerjakan.[4] Emosi merupakan leburan reaksi tak terorganisasi terhadap rangsangan dari luar ataupun dari dalam. Pada saat terjadi emosi, akan terjadi aktivitas dalam diri yang dapat mempengaruhi keseluruhan proses dan perilaku yang dapat diamati. Perilaku emosional tersebut ditentukan oleh adanya pengaruh kompleksnya masalah yang dihadapi dan keturunan (Heredity) serta pengkondisian. [5]
Adapun emosi itu sendiri dapat berdampak positif dan juga negatif pada anak. Oleh karena itu, untuk mencegah dampak negatif dari emosi, maka diperlukan peranan dari pihak keluarga, sekolah dan juga lingkungan. Untuk mengembangkan emosi agar berdampak positif, maka perlu dilakukan upaya proses belajar yang salah satunya dengan menggunakan metode atau kegiatan bermain. Dengan bermain, anak dapat berfantasi sehingga memungkinkannya untuk menyalurkan berbagai keinginan-keinginannya yang tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata ataupun menetralisir berbagai emosi-emosi negatif yang ada pada dirinya seperti rasa takut, marah dan cemas. [6]
·         Ciri-ciri emosi, diantaranya adalah:
1.      Pengalaman emosional yang bersifat pribadi
2.      Perubahan aspek jasmaniah
3.      Emosi diekspresikan dalam perilaku
4.      Emosi sebagai motif
·         Macam-macam emosi
1.       Senang (joy), merupakan kebanggaan dan respons cepat yang berhubungan dengan pencapaian tujuan dan pemenuhan kebutuhan.
2.       Sedih (sorrow), merupakan lawan dari senang dan disebabkan karena tidak tercapainya sesuatu yang diinginkan dan biasanya diikuti oleh rasa kehilangan.
3.  Marah (anger), dan permusuhan, kejengkelan ketika arah tujuan perbuatan dilarang atau dikecewakan, dan biasanya sangat rentan terhadap pengaruh komulatif (dendam), kedua macam emosi tersebut cenderung bersifat menyerang.
4.  Takut (fear), cemas dan khawatir, ketiga macam emosi ini berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu.
5.  Tanggapan mengejutkan (startle response), merupakan reaksi takut yang khusus terhadap kejadian intern yang tiba-tiba.
6.   Benci (hate), berhubungan dengan penyerangan seseorang yang memberinya biasanya secara aktif cenderung akan menyerang objek yang dibencinya.
7.  Cinta (love), melibatkan peran orang lain dan biasanya akan meningkat apabila orang lain membalas cintanya. Adanya perasaan ini biasanya ditandai dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan respirasi (penguapan / berkeringat).
·         Fungsi emosi menurut Benjatield (1992) meliputi:
1.      Emosi sebagai pembangkit energi (energizer).
2.  Emosi sebagai pembawa pesan/ isyarat (messenger) yaitu bahwa keadaan diri kita dapat diketahui dari kondisi emosi kita.
3.    Emosi sebagai pembawa informasi dalam komunikasi interpersonal, yakni bahwa ungkapan emosi dapat dipahami secara universal.
4.   Emosi sebagai sumber informasi tentang keberhasilan, contohnya seseorang yang ingin sembuh dari sakit, kemudian dari keadaan yang terkesan sehat wal ‘afiat menunjukkan bahwa seseorang telah berhasil sembuh dari sakitnya.[7]
·         Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi diantaranya adalah:
1.  Keturunan (heredity) yang merupakan kebiasaan-kebiasaan individu yang merupakan faktor penentu sensitivitas, sistem syaraf, respon dalam diri, dan pola leburan reaksi dalam diri / jeroan.
2.  Kematangan (maturation) juga mempengaruhi perkembangan emosional, terutama sebelum respons emosional tampak ke permukaan. Organ-organ syaraf yang matang akan dapat mempersepsi rangsangan dengan jelas. Demikian pula proses cerebral  mesti matang, sebelum emosi menjadi suatu pengalaman yang tampak.
3.      Kesukacitaan (excitement), yang umumnya ada pada masa seorang individu masih bayi mungil. Setelah umur tiga bulan perbedaan-perbedaan emosi suka cita ini mulai tampak. Berawal dari masa suka cita tersebut, emosi berkembang menuju kematangan dan belajar, reaksi-reaksi tersebut makin hari makin berkembang ke arah lebih spesifik, dan beragam.
4.      Stimulus dari luar yang menimbulkan reaksi emosional, ketepatan dalam memberikan reaksi, dan tingkah laku seseorang, merupakan hasil belajar (learning) ini artinya perkembangan emosional seseorang juga ditentukan oleh sebab-sebab belajar.[8]

B.     Pengaruh Perkembangan Moral Terhadap Pembelajaran Emosional
Perkembangan emosional pada anak berjalan seiring dengan perkembangan moral. Oleh karena itu, diperlukan dorongan dari orang tua atau guru dengan mengajarkan moral yang baik pada anak melalui pemberian contoh atau teladan yang baik. Moral itu berkembang karena hidup dalam masyarakat , dan moralpun dapat berubah karena kondisi sosial.
Moral merupakan suatu norma yang sifatnya kesadaran atau keinsyafan terhadap suatu kewajiban melakukan sesuatu atau suatu keharusan untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan tertentu yang dinilai masyarakat melanggar norma-norma moral. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa suatu kewajiban dan norma moral sekaligus menyangkut keharusan untuk bersikap bersopan santun. [9]
Dalam kaitan ini, kepada anak-anak diperlukan pengarahan tentang pengaruh krisis moral dalam kehidupan. Kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri, dimana kita melihat diri kita sendiri sedang berhadapan dengan sesuatu yang baik dan sesuatu yang buruk. Orang yang mempunyai kesadaran moral, berarti dia mempunyai kemampuan untuk memilih atau mempertimbangkan dan membedakan antara sesuatu yang baik dan sesuatu yang buruk, atau juga antara hal-hal yang halal dan haram. [10]. Kesadaran moral bisa menjadi semakin terkikis jika kita sengaja berusaha untuk mengelak dari suara hati, yang senantiasa memperingatkan kita agar melakukan sesuatu yang baik dan melarang kita melakukan hal-hal yang buruk dan merugikan masyarakat pada umumnya.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa perbuatan-perbuatan emosional yang negatif dapat ditekan atau dapat diminimalkan dengan menumbuhkan kesadaran moral dalam setiap diri individu.
C.    Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Pembelajaran Emosional
Disamping perkembangan moral, pembelajaran emosional juga dipengaruhi oleh perkembangan sosial. Berkenaan dengan perkembangan sosial menurut Hurlock sebagaimana yang telah dikutip oleh Hamzah B.Uno dalam bukunya Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran  mengatakan bahwa keberadaan anak dalam kehidupan sosial dapat dilihat dari dua hal:
1.      Anak yang memiliki sifat introvet adalah anak yang banyak memikirkan tentang dirinya
2.      Anak yang memiliki sifat ekstrovet yang selalu mengarahkan perhatiannya di luar dirinya. Anak  yang memiliki sifat ini cenderung bersifat sosial.
Anak yang memiliki sifat introvet cenderung bersifat individualistik, sering berusaha mengejar posisi dirinya, dan mengejar terpenuhinya kebutuhan dirinya. Dan untuk mencapainya, manusia cenderung melakukan berbagai cara. Apabila keterpenuhan kebutuhannya tidak dapat dicapai dengan baik, mereka melakukan berbagai cara tanpa memikirkan aspek hukum dan kepentingan orang lain.
Dengan demikian, anak/ orang yang memilik sifat introvet, berpontesi  untuk melakukan hal-hal yang dapat meresahkan masyarakat, misalnya: pencurian, perampokan,  pemerkosaan, dan lain-lain.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan  bahwa tindak kejahatan itu berhubungan dengan variasi organisasi sosial tempat kejahatan itu terjadi,  artinya: kuantitas kejahatan dalam masyarakat mempuyai hubungan erat dengan kondisi beberapa aspek kehidupan  manusia dalam masyarakat, di antaranya adalah kuantitas penduduk, agama, pendapatan, pekerjaan, dan lain-lain.
Dalam teori motivasi, dijelaskan bahwa terdapat dua faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan apakah kegiatan terpuji ataupun kegiatan kejahatan. Kedua faktor itu adalah faktor eksternal  yang sebagian telah dijelaskan diatas, dan faktor internal yang bersumber dari individu dan dapat dijelaskan sebagai berikut. Faktor internal dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni yang bersifat khusus dan yang bersifat umum.
Sifat khusus adalah keadaan psikologis diri individu. Masalah kepribadian sering dapat menimbulkan kelakuan yang menyimpang. Ada beberapa sifat khusus yang dapat menimbulkan kejahatan / perilaku menyimpang, antara lain adalah:
1.      Sakit jiwa
Orang yang terkena sakit jiwa cenderung bersikap anti sosial. Sakit jiwa ini disebabkan oleh adanya konflik mental yang berlebihan, atau mungkin karena pernah melakukan perbuaan yang dirasakan sebagai dosa besar dan berat. Karena sakit jiwa, seseorang mempunyai kecenderungan untuk melakukan penyimpangan yang bisa berupa tindak kejahatan dalam ketidaksadarannya.
2.      Perkembangan emosional
Masalah emosional erat hubungannya dengan masalah sosial yang dapat mendorong seseorang untuk berbuat menyimpang. Penyimpangan ini dapat mengarah kepada suatu perbuatan kejahatan moral jika orang tersebut tidak mampu mencapai keseimbangan antara emosinya dengan kehendak masyarakat. Emosional seseorang berkembang seiring dengan perkembangan usia, kemampuan intelektual, dan reaksi sosial terhadap perilaku emosional. Adapun beberapa pola umum emosi yang mungkin mendorong seseorang melakukan kejahatan moral diantaranya adalah:
a.       Rasa malu karena tidak ada pekerjaan yang memadai.
b.      Rasa takut karena didesak harus membayar hutang.
c.       Rasa marah karena selalu ditekan oleh orang tua atau keluarga.
d.      Rasa cemburu karena melihat orang lain hidup lebih baik darinya.
e.       Rasa duka cita karena mengalami musibah, sementara tidak ada jalan lain yang ditempuh untuk mencari uang selain merampok atau mencuri dan sejumlah perasaan emosi lain. [11]
3.      Perkembangan mental
Penyebab kejahatan moral dapat terjadi karena rendahnya mental. Rendahnya mental ada hubungannya dengan daya intelegensi. Seseorang yang intelegensinya tajam dan dapat menilai realita maka akan semakin mudah menyesuaikan diri dengan masyarakat. Sebaliknya, seseorang yang intelegensinya rendah akan sulit beradaptasi dengan masyarakat, semakin jauh dari kehidupan masyarakat umum kemudian semakin lama akan semakin tertekan sehingga tidak mampu memenuhi kehendaknya bersama-sama orang lain.
4.      Anomi (kebingungan)
Anomi ini terjadi jika seseorang berhadapan dengan situasi yang baru atau kejadian dan perubahan yang belum pernah dialami, sementara hal baru tersebut belum dikuasai sehingga orang akan kehilangan pegangan. Pada saat orang kehilangan pegangan, maka di saat itu pula ia akan merasakan suatu krisis, rawan dan mudah sekali terpengaruh. Dengan kata lain, orang yang sedang dalam keadaan anomi sedikit banyak mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindak kejahatan.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1.    Pembelajaran emosional yaitu pembelajaran yang menggunakan pendekatan emosional.
2. Pengaruh perkembangan moral terhadap pembelajaran emosional melekat kuat ketika kesadaran moral dalam setiap diri individu dapat menekan suatu perbuatan emosional.
3. Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Pembelajaran Emosional sangat berkaitan erat. Semakin baik perkembangan sosial seseorang akan semakin baik seseorang itu mengontrol emosionalnya.  
B. Saran

Pembelajaran emosional hendaknya lebih difokuskan pada aspek moral dan sosial, karena keduanya memegang peranan penting dalam aspek kehidupan di lingkungan masyarakat luas.



DAFTAR PUSTAKA

Goleman, Daniel. Emotional Intelegence. Jakarta : Pustaka Utama, 2004
Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Pendidikan, cet.III, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar, Cet. 2 Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002.
Uno, Hamzah B. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2006
http://afiah.wordpress.com/2008/01/31/peran-keluarga-dan-sekolah-terhadap-perkembangan-emosi/



[1] Daniel Goleman, Emotional Intellegence (Jakarta : Pustaka Utama, 2004)                                         
[2] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Cet. 2 (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 75.
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Pendidikan, cet.III, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 80
[4] Hamzah B Uno,. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. (Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2006), 117
[5] Ibid.,
[6]http://afiah.wordpress.com/2008/01/31/peran-keluarga-dan-sekolah-terhadap-perkembangan-emosi/
[7] Hamzah B Uno,. Orientasi Baru ………………….., 117-118
[8] Ibid., 120
[9] Ibid., 121
[10] Ibid.
[11] Ibid., 125.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar