PERNIKAHAN
Diajukan Untuk
Memenui Tugas
Mata kuliah :
Tafsir III
Dosen pengampu
: Dr.H.Mukhlisin Muzarie.M.Ag
M. Umar Faruq : 10.01.0142
Muslih : 10.01.0142
Nining Purwaningsih : 10.01.0846
Nurlaela : 10.01.0798
Risa Mayasari : 10.01.0189
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM CIREBON
( STAIC )
( STAIC )
TAHUN AKADEMIS
2013 / 2014
Kata pengantar
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kami dari para juru nasehat
dan yang memberei pengertian kepada kami tenteng ilmu-ilmu ulama yang melekat.
tetapkanlah Rahmat dan salam sejahtera kepada Nabi Muhammad SAW , pembawa Islam
yang sanggup melenyapkan agama-agama orang kafir dan musyrik demikian pula
RahmatNy dan salam kepada keluarga dan para sahabat beliau yang teguh
menjalankan syariatnya .
Alhamdulilah
berkat Rahmat Allah SWT kami dapat menyelesaikan tugas membuat makalah Tafsir
III yang berjudul “ Pernikahan “ tersusunya makalah ini tidak lupa kami
ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada guru-guru
terutama kepada guru pembimbing kami Dr H. Mukhlisin Muzarie M. Ag
harapan semoga dapat menjadi amal jariyah beliau yang amat berjasa kepada
kami .Amin.
Dan karena tidak ada gading yang
tak retak maka kami sangat mengharapkan koreksi dan tegur sapa para
guru ,cerdik pandai dan semua pembaca demi penyempurnaan langkah kami
selanjutnya .
Demikianlah semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan kaum
muslimin pada umumnya amin.
Cirebon, 20 Oktober 2013
Penyusun
Daftar isi
Kata Pengantar ....................................................................i
Daftar isi
........................................................................................ii
BAB I PENDAHULAN
....................................................1
a.
Latar
Belakang........................................................1
BAB II PEMBAHASAN
....................................................2
a. SURAT AL-AQARAH Ayat 221 ..........................2
b. SURAT AL-BAQARAH Ayat 228 ........................3
c. SURAT AL – BAQARAH Ayat 232
.....................5
d.
SURAT AN NUR Ayat 32 .....................................6
e.
SURAT AN NISA Ayat 3-4
..................................6
BAB III PENUTUP
..............................................................9
a.
Kesimpulan
............................................................9
b.
Kritik dan
saran ......................................................9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang tidak pernah bertentangan dengan sesuatu hal
yang bersifat alami. Oleh karena itu syari’at Islam akan senantiasa selaras
dengan fitrah manusia normal. Dan diatara bukti keselarasan tersebut
disyari’atkannya pernikahan. Yang demikian itu karena manusia diciptakan
didunia ini dalam keadaan memiliki kebutuhan biologis, kebutuhan akan makan,
minum, tidur, dan kebutuhan seksual dst. Berbagai kebutuhan biologis manusia normal
ini tidaklah pernah dihapuskan atau dilalaikan dalam islam, akan tetapi diatur
sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan tujuan utama diciptakannya
manusia di dunia ini, yaitu beribadah kepada Allah. Bahkan pemenuhan terhadap
berbagai kebutuhan tersebut menjadi bagian dari ketaatan kepada Allah Ta’ala
dan rasul-Nya.
Dan dalam kaitannya dengan permasalahan yang menjadi tema pembicaraan
kita, syari’at islam mengajarkan agar umatnya menjadikan pernikahan sebagai
sarana pelampiasan terhadap kebutuhan biologis seksual dengan cara-cara yang
baik. Sehingga bila kebutuhan biologis ini dapat terpenuhi, maka seseorang
dengan izin Allah akan dapat menjaga dirinya dari perbuatan yang melanggar
syari’at.
Suatu hal yang lazim terjadi dari pernikahan adalah dilahirkannya keturunan
yang diatas punggung merekalah terletak tanggung jawab perjuangan, dakwah,
pembelaan terhadap negara dan agama. Sebab dengan jumlah ummat yang banyak,
maka kekuatan ummat islam akan bertambah, baik kekuatan militer, ekonomi, dan lain-lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tafsirnya Surat Al-Baqarah Ayat 221
wur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.Îô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sã 4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ×öyz `ÏiB 7px.Îô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3 wur (#qßsÅ3Zè? tûüÏ.Îô³ßJø9$# 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sã 4 Óö7yès9ur í`ÏB÷sB ×öyz `ÏiB 78Îô³B öqs9ur öNä3t6yfôãr& 3 y7Í´¯»s9'ré& tbqããôt n<Î) Í$¨Z9$# ( ª!$#ur (#þqããôt n<Î) Ïp¨Yyfø9$# ÍotÏÿøóyJø9$#ur ¾ÏmÏRøÎ*Î/ ( ßûÎiüt7ãur ¾ÏmÏG»t#uä Ĩ$¨Y=Ï9 öNßg¯=yès9 tbrã©.xtGt ÇËËÊÈ
Artinya
“Dan janganlah kamu
menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran”.
Tafsirnya:
تَنكِحُواْ وَلاَ (Janganlah
kamu nikahi), Jumhur membacanya dengan fathah pada Huruf “Ta, sedangkanb
bacaan yang janggal dengan harakat dhammah, ada yang mengatakan bahwa artinya
seolah-olah yang menikahi itu menikahi si wanita dengan dinikahkan oleh dirinya
sendiri. Ayat ini melarang menikahi wanita-wanita musyrik.
Para
ulama berbeda pendapat mengenai ayat ini, Jumhur (mayoritas
ulama) berpendapat bahwa di dalam ayat ini Allah
mengharamkan menikahi wanita-wanita musyrik dan wanita-wanita ahli kitab
termasuk di dalamnya, sedangkan sebagian kecil lainnya mengatakan tidak
termasuk ahli kitab.Namun kesimpulannya berdasarkan Jumhur (mayoritas ulama)
مُّؤْمِنَةٌ وَلأَمَةٌ ( sesungguhnya
wanita budak yang mukmin )yakni budak perempuan yang beriman,ada juga
yang mengatakan yang dimaksud dengan “ammatun” (wanita budak) disini
adalah wanita merdeka, karena semua manusia hamba Allah. Pendapat pertama lebih
mengena, karena berdasarkan riwayat yang akan dikemukakan nanti, bahwa konotasi
lafadznya menunjukkan demikian, disamping pemaknaan lebih mendalam, karena
diutamakannya hamba sahaya perempuan yang beriman daripada wanita merdeka yang
musyrik.
أَعْجَبَتْ كُمْ وَلَو ( Walaupun
dia menarik hatimu), yakni walaupun wanita musyrik itu lebih menarik
hatimu karena factor kecantikan, harta atau status sosialnya. Kalimat ini
adalah jumlah haliyah (menerangkan keadaan).
الْمُشِرِكِينَ تُنكِحُواْ وَلاَ (
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik ), yakni janganlah
kalian menikahkan mereka dengan wanita-wanita yang beriman, يُؤْمِنُواْ حَتَّى ( sebelum mereka beriman).
Al-qrthubi berkata “
Ummat islam telah sependapat, bahwa laki-laki musyrik tidak boleh menggauli
wanita beriman dengan cara apapun, karena hal ini berarti menodai islam.”
Para ahli qira’at
sependapat men-dhammah-kan huruf ta pada kalimatتُنكِحُواْ (kamu nikahkan).
مُّؤْمِنٌ وَلَعَبْدٌ ( Sesungguhnya
budak yang mukmin) pembahasannya sama dengan pembahasan tentang firman-Nya
: وَلأَمَةٌ (sesungguhnya budak wanita).
أُوْلَـئِكَ ( mereka)
adalah isyarat yang menunjukkan kepada laki-laki musyrik dan para wanita
musyrik. النَّارِ إِلَى يَدْعُونَ ( mengajak ke neraka), yakni mengajak ke
perbuatan-perbuatan yang mengharuskan masuk neraka. الْجَنَّةِ
إِلَى يَدْعُوَ وَاللّهُ ( Sedangkan
Allah mengajak ke surga ) ada yang mengatakan, bahwa para wali Allah
itu adalah orang yang beriman yang mengajak ke surga.
بِإِذْنِهِ (
dengan izin-Nya) yakni : dengan perintah-Nya. Demikian dikatakan oleh Az-Zujaj,
ada juga yang mengatakan, bahwa maksudnya adalah dengan dimudahkan-Nya dan atas
petunjuk-Nya. Demikian menurut penulis Al-Kasysyaf.
B. Tafsirnya Surat Al-Baqarah Ayat 228
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur ÆóÁ/utIt £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% 4 wur @Ïts £`çlm; br& z`ôJçFõ3t $tB t,n=y{ ª!$# þÎû £`ÎgÏB%tnör& bÎ) £`ä. £`ÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 £`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjtÎ/ Îû y7Ï9ºs ÷bÎ) (#ÿrß#ur& $[s»n=ô¹Î) 4 £`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`Íkön=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`Íkön=tã ×py_uy 3 ª!$#ur îÍtã îLìÅ3ym ÇËËÑÈ
Artinya :
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru' . Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya
berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada isterinya . Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( Al-Baqarah :
228 )
Tafsirnya :
Firman-Nya
( وَالْمُطَلَّقَاتُ ) “wanita-wanita yang
ditalak”,keumumannya mencakup juga isteri yang diceraikan sebelum digauli,
kemudian dikhususkan
oleh firman-Nya
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ÞOçFóss3tR ÏM»oYÏB÷sßJø9$# ¢OèO £`èdqßJçGø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br& Æèdq¡yJs? $yJsù öNä3s9 £`Îgøn=tæ ô`ÏB ;o£Ïã $pktXrtF÷ès? ( £`èdqãèÏnGyJsù £`èdqãmÎh| ur %[n#u| WxÏHsd
Artinya :
Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu
ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas
mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka
mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.
Maka diterapkan yang
umum dengan mengecualikan yang dikhususkan, yaitu isteri yang dicerai sebelum
digauli, dan juga isteri yang sedang hamil .
Quru’ adalah jamak dari Qar’un dengan memathahkan Qaf,
mengenai hal ini ada dua pendapat ulama; ada yang mengatakan suci dan adapula
yang mengatakan haid, ini mengenai wanita yang telah dicampuri.
Adapun wanita yang belum dicampuri, maka tidak ada iddahnya berdasarkan
firman Allah daalam surat at-talaqh yg artinya “ Maka mereka tidak mempunyai
iddah bagimu, juga bukan wanita yang berhenti haidnya, atau anak-anak yang
masih di bawah umur, karena bagi mereka iddahnya selama tiga bulan,
mengenai wanita-wanita yang hamil, maka iddahnya sampai mereka melahirkan
kandungannya, Sebagaimana yang tercantum dalam surat At-Thalaq, Sedangkan
wanita-wanita yang Budak sebagaimana yang menurut Sunnah yaitu 2 kali quru’.
£`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjtÎ/ Îû y7Ï9ºs ÷bÎ) (#ÿrß#ur& $[s»n=ô¹Î)
“Dan suami-suaminya
berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah”
Selama
mereka dan bukan untuk menyusahkan isteri, ini merupakan dorongan bagi orang
yang berniat mengadakan perbaikan, bukan merupakan syarat bagi diperbolehkannya
ruju’, ini mengenai talak raji’ dan memang tidak ada yang lebih utama daripada
suami, karena sewaktu masih dalam keadaan iddah, tidak ada hak bagi orang lain
untuk mengawini isterinya
£`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`Íkön=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`Íkön=tã ×py_uy
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai
satu tingkatan kelebihan daripada isterinya”
Maksudnya ialah, bahwa
hak dan kewajiban kedua belah pihak, pengaturannya diserahkan kepada
norma-norma, tata cara dan kebiasaan yang berlaku pada suatu masyarakat dalam
bermuamalah, Jika suami meminta sesuatu dari isterinya, ia pun harus mengingat
bahwa ia mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi terhadap isterinya. Oleh
karena itu ada suatu riwayat yang menceritakan bahwa sahabat Abdullah bin Abbas
pernah mengatakan “ Saya berhias demi isteri saya, sebagaimana ia berhias untuk
saya karena adanya ayat ini”
Yang dimaksud dengan persamaan hak disini adalah bahwa antara keduanya
saling member dan saling mencukupi.
C. Tafsirnya Surat
Al-Baqarah ayat 232
#sÎ)ur ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# z`øón=t6sù £`ßgn=y_r& xsù £`èdqè=àÒ÷ès? br& z`ósÅ3Zt £`ßgy_ºurør& #sÎ) (#öq|ʺts? NæhuZ÷t/ Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 3 y7Ï9ºs àátãqã ¾ÏmÎ/ `tB tb%x. öNä3ZÏB ß`ÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 3 ö/ä3Ï9ºs 4s1ør& ö/ä3s9 ãygôÛr&ur 3 ª!$#ur ãNn=÷èt ÷LäêRr&ur w tbqßJn=÷ès? ÇËÌËÈ
Artinya :
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu
habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin
lagi dengan bakal suaminya , apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka
dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu
dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Tafsir nya:
Khithab pada ayat ini dengan redaksi ; ( طَلَّقْتُمُ وَإِذَا ) “ apabila kamu menceraikan” dan
dengan redaksi : ( تَعْضُلُوهُنَّ
فَلاَ )” Maka janganlah kamu(
para wali) menghalangi mereka”bisa ditujukan kepada para suami, sehingga
makna al-adhl (menghalangi) yang mereka lakukan adalah menghalangi mantan
isteri untuk menikah de ngan laki-laki yang mereka kehendaki setelah habisnya
masa iddah, hal ini disebabkan oleh fanatisme jahiliyah sebagaimana banyak
dilakukan oleh sejumlah pemimpin dan penguasa karena cemburu bila para wanita
yang pernah menjadi isteri mereka diperisteri oleh orang lain. Demikian itu
karena setelah mereka meraih tabuk kepemimpinan duniawi, mereka dilanda dengan
keangkuhan dan keseombongan, mereka mengkhayal sekan-akan mereka telah keluar
dari batas jenis manusia, kecuali orang-orang yang dilindungi Allah dengan
keshahihan dan kerendahan hati. Bila juga khitab ini ditujukan
kepada para wali, sehingga makna penyandaran talak kepada mereka adalah, kerena
mereka yang menjadi penyebabnya. Yakni karena merekalah yang telah menikahkan
para wanita yang dicerai itu.
أَجَلَهُنَّ فَبَلَغْنَ Yang
dimaksud dengan “Al-Ajal”disini adalah makna yang sebenarnya, yaitu
telah sampai pada batas akhirnya (telah habis iddahnya), tidak seperti ayat
yang lalu. Makna Al-Adhl adalah al-habs (menahan).
Al-Khalil menyebutkan : Dajjajah (ayam betina) disebut
mu’dhalah, karena ia mengerami telurnya” ada juga yang mengatakan bahwa Al-adhl adalah
menyempitkan dan mencegah. Ini juga kembali kepada makna al-habs (menahan).
Dikatakan Aradu amranfa’adhaltani ‘anhu (aku menginginkan
suatu hal tetapi engkau menghalangiku darinya), yakni mencegahku dengan
mempersempitkanku.A’dhala al amr ( perkara rumit) bila
menyulitkanmu untuk memecahkannya, Al Azhari mengatakan Asal Al adhl dari
ungkapan : “ Adhalat An-naaqah, apabila unta itu menduduki
anaknya sehingga tidak bersuara saat dilahirkan. ‘Adhalat Ad-dhajjaj,
apabila ayam betina itu mengerami telurnya. Orag Arab menyebut setiap hal yang
rumit dengan sebutan mu’dhal.
( يَنكِحْنَ أَن ) “kawin lagi”,yakni
; Min an yankihna ( untuk menikah lagi), sehingga menurut
al-khalil, kalimat ini pada posisi majrur (karena ada partikel jaar yang tidak
ditampakkan), Sedangkan menurut Sibawaih dan Al-farra’ pada posisi nashab. Ada
juga yang mengatakan, bahwa kalimat ini sebagai badl isytimal dari zhamir manshub
pada kalimat :
xsù £`èdqè=àÒ÷ès? br& z`ósÅ3Zt £`ßgy_ºurør&
D. Tafsir
Surat An-Nuur ayat 32
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.Ï$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3t uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóã ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOÎ=tæ ÇÌËÈ
Artinya: Dan
kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.( An-Nuur
: 32 )
Tafsirnya :
Ayat-ayat ini
mengandung anjuran kawin dan membantu laki-laki yang belum beristeri dan
perempuan yang belum bersuami agar mereka kawin, termasuk juga budak-budak yang
layak dan cukup usia, hendaklah dibantu mereka dikawinkan dan
janganlah sekali-sekaki kemiskinan dijadikan penghalang untuk kawin, Allah
berfirman bahwa jika sewaktu kawin berada dalam keadaan tidak mampu, orang itu
akan diberikan rizki dan kemampuan dengan karunia Allah dan rahmat-Nya.
Kata Alayyam
adalah bentuk jamak dari ayyim, yang pada mulanya artinya perempuan yang
tidak memiliki pasangan yakni kata ini hanya digunakan untuk para janda,
kemudian meluas maknanya termasuk juga gadis-gadis, bahkan mencakupi pria yang
bujang,baik jejaka maupun duda, kata tersebut bersifat umum, sehingga termasuk
juga, bahkan lebih-lebih wanita tuna susila, apalagi ayat ini bertujuan
menciptakan lingkungan yang sehat, religius, sehingga dengan mengawinkan
para tuna susila, maka masyarakat secara umum dapat terhindar dari prostitusi
serta dapat hidup dalam suasana bersih.
Kata
(و امائكم
) dipahami oleh banyak
ulama dalam arti yang layak kawin yakni yang mampu secara mental dan spiritual
untuk membina rumah tangga bukan dalam arti kesalehan beragama lagi bertakwa.
Kata
wasi’ terambil dari akar kata yang memgunakan huruf waw
( و ), Sin( س ) dan ain ( ع )
yang maknanya berkisar pada antonim “kesempitan dan kesulitan”. Dari sini lahir
makna-makna seperti ; kaya, mampu, luas, meliputi,langkah panjang dan
sebagainya.
Maksud ( وانكحوا )
adalah Kawinlah lelaki merdeka yang tidak beristeri dan wanita merdeka yang
tidak bersuami, maksudnya ialah ulurkanlah bantuan kepada mereka dengan
berbagai jalan agar mereka mudah menikah, seperti membantu dengan harta dan
mempermudahkan jalan yang dengan itu perkawinan serta kekeluargaaan dapat
tercapai.
Dan para lelaki serta
yang mampu untuk menikah dan menjalankan hak-hak suami –isteri, seperti
berbadan sehat, mempunyai harta dan lain sebagainya.
Ringkasan : Di dalam ayat ini terdapat perintah kepada para wali untuk mengawinkan
budak laki-laki serta budak perempuannya. Akan tetapi, Jumhur memasukkan
perintah ini ke dalam hukum istihsan (sebaiknya) bukan wajib, karena
pada masa Nabi Saw, dan masa sesudahnya, terdapat banyak laki-laki dan wanita
yang tidak kawin, dan tidak seorangpun mengingkari kenyataan itu. Yang jelas
perintah ini adalah wajib jika dikhawatirkan terjadi fitnah dan dimungkinkan
akan terjadi perzinaan oleh laki-laki atau wanita yang tidak kawin itu.
E. Tafsirnya Surat
AN NISA ayat 3-4
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ
خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذٰلِكَ
أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا (3) وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ
طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا (4)
[النساء/1-4]
Makna
Mufrodat :
وَبَثَّ مِنْهُمَا
|
:
|
Menyebar dan
memisah-misah dengan cara berketurunan dan beranak pinak.
|
تَسَاءَلُونَ
|
:
|
Saling bertanya
|
حُوبًا
|
:
|
Dosa
|
صَدُقَاتِهِنّ
|
:
|
Asalnya صُدُقَةٌ (Mufrod), bahasa lain صَدْقَةٌ : mahar.
|
نِحْلَةً
|
:
|
Pemberian dengan
sukarela hati.
|
هَنِيئًا مَرِيئًا
|
:
|
Sedap dan enak rasa
(ditasybihkan dengan makanan), yang tidak ada dampak negatif sama sekali.
|
Artinya :
3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku
adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), Maka
nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (nikahilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.
4. Berikanlah mahar
(maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu
dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan)
yang sedap lagi baik akibatnya.
C. Asbab
an-Nuzul/sebab-sebab turunnya SURAT An
Nisa’ ayat 03 :
Ulama’ berbeda pendapat dalam asbab an nuzul ayat ini
:
1. diriwayatkan
dari Siti Aisyah, bahwa dia berkata : ayat ini turun karena kasus anak yatim
yang ada dalam asuhan walinya lalu walinya tertarik pada kekayaan dan
kecantikannya dan menginginkan untuk menikahinya dengan mahar yang kurang dari
wantia sepadannya, maka hal itu dilarang kecuali ia memberi mahar sesuai
umumnya wanita yang sepadan dia. Dan diperintahkan untuk menikahi wanita lain
boleh sampai bilangan 4 wanita namun apabila hawatir tidak akan bisa berbuat
adil maka menikahilah satu wanita saja selain yatim tadi.
2. Ibnu Abbas dan
Ikrimah berkata : sesungguhnya para lelaki pada saat itu menikahi empat, lima,
enam sampai sepuluh wanita, lelaki tadi berkata : “apa yang melarangku untuk
menikah sebagaimana fulan menikah?. dan apabila kekayaan laki-laki tadi habis
untuk menafkahi para istrinya maka dia berpindah kepada kekayaan anak yatim
untuk menafkahi para istrinya.
3. Imam Sa’id bin
Jabir, as Sudiy, Qotadah, Rubayi’, Dhohak dari salah satu riwayat berkata :
para lelaki saat itu sangat serius dalam mengurus anak yatim namun tidak
demikian halnya dengan para wanita, salah satu dari mereka menikahi
banyak wanita dan tidak bisa berbuat adil, maka Allah berfirman : “ sebagaimana
kamu semua hawatir terhadap anak yatim, maka hawatirlah pada para wanita, maka
nikahilah (wanita) satu sampai empat saja. Dan apabila takut tidak bisa berbuat
adil maka nikahilah satu wanita saja.
D. Hukum
Syariat
3.
An
Nisa’[04]: 03
Apakah
perintah dalam فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ berfaidah wajib ?
mayoritas
ulama berpendapat bahwa perintah dalam فَانْكِحُوا menunjukkan kemubahan sebagaimana
perintah dalam firman Allahوكلوا واشربوا (البقرة 187) dan كلوا
من طيبات ما رزقناكم ( البقرة 57)
Ahlu
Dzohir berpendapat : hal itu menunjukkan hukum wajib, berhujjah pada dzahirnya
ayat, karena perintah pada dasarnya adalah berfaidah wajib, dan mereka
melalaikan ayat :
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا
أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ..... وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ [النساء/25]
“Dan
barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya
untuk menikahi wanita merdeka lagi beriman, ia boleh menikahi wanita yang
beriman, dari
budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu
adalah dari sebahagian yang lain [Maksudnya: orang merdeka dan budak yang
dinikahinya itu adalah sama-sama keturunan Adam dan hawa dan sama-sama
beriman], Karena itu nikahilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah
mahar mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara
diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain
sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan nikah,
Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan menikahi
budak) itu adalah bagi orang-orang yang takut berzina di antara kamu, dan
kesabaran itu lebih baik bagimu”.
4.
An
Nisa’[04]: 03
Apa yang
dimaksud dari مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ?
Ulama sepakat bahwa kalimat tersebut menunjukkan
bilangan, dan menunjukkan atas satu dari setiap kalimat tersebut disebutkan
sesuai dengan sebutan dalam jenisnya, maka مثنى menunjukkan إثنين إثنين (dua
dua), ثلاث menunjukkan ثلاثة ثلاثة (tiga tiga), dan رباع menunjukkan أربعة أربعة empat-empat.
Dan artinya adalah nikahilah wanita yang kamu sukai dua dua, tiga tiga dan
empat empat sesuai dengan keinginan kamu.
kepada
Dewi Aisyah, Nabi S.A.W. pun berdo’a :
«اللهم إِنَّ هٰذِهِ قِسْمَتِيْ فِيْمَا أَمْلِكُ فَلَا تَلُمْنِيْ
فِيْمَا تَمْلِكُ وَلَا أَمْلِكُ».
Yang
dimaksud adalah ketidak punyaan untuk bisa berbuat adil dari segi hati beliau,
karena Allah tidak memerintahkan makhluk untuk memalingkan hatinya dalam urusan
kecondongan, karena hal itu sangat sulit dilakukan, bahkan tidak bisa dilakukan.
Dan memerintahkan makhluk sesuai dengan kemampuan Dzahir supaya
mudah dilakukan oleh orang-orang yang berakal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dasar
disyari’atkan Perkawinan ( Nikah) adalah untuk menghindari manusia perbuatan keji
yaitu zina.
2. Pada
Surat Al-baqarah ayat 221 Allah mengharamkan menikahi wanita-wanita musyrik dan
wanita-wanita ahli kitab termasuk di dalamnya, sedangkan sebagian kecil ulama
lainnya mengatakan tidak termasuk ahli kitab.Namun kesimpulannya berdasarkan
Jumhur (mayoritas ulama)
3. Quru’ adalah
jamak dari Qar’un dengan memathahkan Qaf, mengenai
hal ini ada dua pendapat ulama; ada yang mengatakan suci dan adapula yang
mengatakan haid, ini mengenai wanita yang telah dicampuri.
4. Di
dalam surat An-nuur ayat 32 Allah memerintahkan kepada para wali
untuk mengawinkan budak laki-laki serta budak perempuannya. Akan tetapi, Jumhur
memasukkan perintah ini ke dalam hukum istihsan (sebaiknya) bukan
wajib, karena pada masa Nabi Saw, dan masa sesudahnya, terdapat banyak
laki-laki dan wanita yang tidak kawin, dan tidak seorangpun mengingkari
kenyataan itu. Yang jelas perintah ini adalah wajib jika dikhawatirkan terjadi
fitnah dan dimungkinkan akan
5. terjadi
perzinaan oleh laki-laki atau wanita yang tidak kawin itu.
B. Saran-saran
Penyusun menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun
sangat mengharapkan kritik/saran yang bersifat membangun kesempurnaan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al
Asy-Syaukani, Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad,Tafsir Fathul Qadir,
Pustaka Azzam,Jakarta,2008
Pustaka Azzam,Jakarta,2008
2. Syaikh
Asy-Syanqithi,Tafsir Adhwa’ul Bayan, pnj.Fachrurrazi,Pustaka
Azzam,Jakarta 2006
3. Al-Mahalli,
Imam Jalaluddin,dkk,Tafsir Jalalain,Sinar Baru Algesindo,Bandung,2004
4. Al-Maraghi,Ahmad
Mustafa,Tafsir Al-Maraghi, pnj. Drs Anwar Rasyidi,dkk,cet 2
Toha Putra,Semarang,1992
Toha Putra,Semarang,1992
5. Katsir,
Ibnu ,Tafsir Ibnu Katsir,Victory Agencie,Kuala Lumpur,1994
6. Shihab,
Dr.M.Quraish,Tafsir Al-Mishbah,Lentera Hati,Jakarta, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar