PRESIDEN Republik Indonesia (RI) ke-IV, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
berpendapat, cara pandang ulama tasawuf atau para sufi atas segala sesuatu
tidaklah hitam-putih atau halal-haram sebagaimana ulama fikih. Karenanya, para
sufi tidak mudah menyalahkan pihak lain yang berbeda.
“Orang hukum yang begitu (mudah menyalahkan, red). Sufi ya tidak begitu.
Kita harus rendah hati. Mungkin justru kita yang keliru. Itu yang harus kita
lakukan.”
Demikian disampaikan Ketua Umum Dewan Syura DPP Partai Kebangkitan Bangsa
itu saat menjadi narasumber pada acara Kongkow Bareng Gus Dur di Green Radio
Jl. Utan Kayu 68H Jakarta, Sabtu (13/09/2008). Hadir juga Pemimpin Redaksi
Cahaya Sufi KH. Lukman Hakim.
Gus Dur mengingatkan, supaya umat Islam tidak melihat sesuatu secara
hitam-putih. Namun diakuinya, hingga saat ini umat Islam masih belum beranjak
dari cara pandang banner ini. “Ini yang menyebabkan umat Islam menjadi galak,”
tegas Gus Dur.
Karena itu, Gus Dur menghimbau umat Islam untuk terus belajar dan belajar berbagai bidang ilmu keagamaan. Tidak hanya mempelajari fikih, namun juga mendalami tasawuf. “Islam itu tidak hanya satu bidang saja,” ungkapnya mengingatkan.
KH. Lukman Hakim menyatakan, sufi adalah sosok yang senantiasa mengamalkan
ayat udkhulu fi al-silmi kaffah (masuklah dalam perdamaian secara total). “Ini
perilaku yang mesti kita lakukan, sebagai kontribusi perdamaian dan pangkal
pencerahan,” ungkapnya.
Prinsip ini meniscayakan para sufi menyebarkan dakwahnya dengan damai dan
tanpa pemaksaan, apalagi kekerasan. Kiai Lukman – sapaan akrab KH. Lukman Hakim
– karenanya mengritik sekelompok umat Islam yang merasa benar sendiri lantas
memaksakan “hidayah” yang menjadi otoritas Allah SWT pada kelompok lain yang
dinilainya “salah”.
“Itu (hidayah, red.) kan urusan Allah SWT. Jika dipaksakan, ini bisa menjadi pemicu konflik,” katanya kuatir.
Bagi Kiai Lukman, surga juga bukan monopoli kelompok muslim belaka. Menukil
Abdul Karim al-Jili (w. 832 H) dalam karyanya al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah
al-Awakhir wa al-Awa’il, ia menyatakan Ahli al-Kitab juga ada yang masuk surga.
Ini, katanya, berkat munajat Nabi Isa AS. Dalam al-Qur’an disebutkan, Isa
bermunajat: fa in tu’adzdzibhum fainnahum ibaduk fa in taghfir lahum fainnaka
azizun hakim (Jika Engkau menyiksa mereka, itu hamba-MU juga. Jika Engkau
mengampuni mereka, maka Engkau Maha Besar dan Maha Bijaksana.
“Berkat munajat Nabi Isa ini, nanti ada umatnya yang diampuni dan masuk
surga. Karenanya, kita tidak boleh mudah menghukumi (seseorang masuk surga atau
neraka, red.),” harapnya.
Kiai Lukman juga menyentil kelompok spiritual yang disebutnya instan. Dalam
bahasa Imam al-Ghazali (w. 505 H), katanya, kelompok ini disebut spiritual
nafsani atau syahwati. Mereka berlaku spiritual, misalnya, karena unsur
politis, pamrih duniawi dan atau motivasi lain selain Allah SWT.
“Umat Islam tidak boleh terjebak pada aspek yang sifatnya instan nafsu. Ini
memudahkan perilaku spiritual umat Islam rentan pada pertarungan kebudayaan dan
pluralistas. Akibatnya, secara psikologis ini memudahkan yang tidak sama
dianggap salah,” ujarnya.[nhm/zal]
sumber: gusdur.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar